Pemkot Ternate Langgar Nota Kesepakatan Program Sekolah Penggerak, DPRD Geram

PENAMALUT.COM, TERNATE – Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (kemendikbudristek) melalui Direktoral Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah baru-baru ini mengeluarkan surat tindaklanjut perubahan status kepala sekolah pelaksana Program Sekolah Penggerak (PSP).

Surat dengan Nomor: 1962/C/DM.05.03/2022 tertanggal 11 Maret 2022 itu terkait daerah-daerah yang melanggar nota kesepakatan PSP. Salah satu dari daerah tersebut adalah Kota Ternate.

Akibatnya, tidak lagi diizinkan untuk mengikuti seleksi kepala sekolah calon pelaksanaan Program Sekolah Penggerak berikutnya. Ini karena dua kepala kepala sekolah (Kepsek), yakni SDN 27 dan SDN 40 sebelumnya dipindahkantugaskan menjadi guru biasa.

Hal ini membuat DPRD Kota Ternate, geram. Anggota Komisi III DPRD, Nurlela Syarief menyampaikan sudah berulang kali ia memberi peringatan kepada Pemkot, terutama Dinas Pendidikan agar meninjau kembali pergantian dua kepala sekolah tersebut, namun tidak diindahkan.

“Saya selaku anggota Komisi III dari fraksi Nasdem sudah mengikhtiarkan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pemkot Ternate agar dua kepala kepala sekolah penggerak yang diganti itu bisa ditinjau kembali, karena ini ranahnya perjanjian kerja sama dalam bentuk MoU dan nota kesepakatan yang didasari oleh aturan,” ujar Nela sapaan akrabnya kepada wartawan Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (6/4),

“Sayang sekali sudah diingatkan berulang kali, namun Kadis Pendidikan dan Pemkot seolah acuh tahu. Dan ini sangat berdampak buruk bagi mutu pendidikan di Kota Ternate,” sambungnya.

Politisi Partai Nasdem juga telah menyampaikan terkait dampak pemberian sanksi yang akan diberikan pemerintah pusat. Jika sanksi itu diberikan, maka tentu berdampak pada percepatan mutu dan kualitas pendidikan di Kota Ternate.

“Intinya ini sangat merugikan daerah, merugikan para guru sekolah dan siswa. Kenapa rugi, karena percepatan transformasi pendidikan berbasis mutu dan kualitas pendidikan cenderung diperlambat,” tandasnya.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) ini juga menilai, surat yang dilayangkan Kemendikbudristek adalah tanda pengelolaan urusan pendidikan di Kota Ternate mendapat raport merah. Belum lagi alokasi anggaran yang saat ini masih sangat minim.

Padahal menurut dia, dalam hal pengelolan pendidikan menjadi urusan wajib. Namunn selama ini alokasi anggaran untuk penjaminan mutu dan kualitas pendidikan, serta sarana pendukung juga sangat minim sekali di Kota Ternate. Maka dengan lewat program skolah pengerak ini pemerintah pusat mendorong percepatan kualitas dan mutu, tapi ironisnya tidak direspons secara baik oleh Pemkot.

“Untuk itu kami minta kepada Wali Kota agar mengevaluasi Kadis Pendidikan, karena sanksi ini sangat merugikan daerah,” tegasnya mengakhiri. (tr2/ask)