PENAMALUT.COM, TERNATE – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek infrastruktur dan perizinan yang menyeret Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK).
Empat saksi yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Ternate, Senin (25/3) tadi, itu untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa Adnan Hasanudin selaku eks Kepala Dinas Perkim Maluku Utara.
Mereka adalah Wahidin Tahmid selaku ajudan AGK, Zaldy H. Kasuba selaku ajudan sekaligus keponakan AGK, Rizmat A.T selaku ASN yang juga Sespri AGK, dan Muhammad Fajrin selaku ASN dan mantan ajudan/Sespri AGK.
Saksi Wahidin yang juga sebagai anggota Polri itu dalam persidangan mengaku kenal dengan terdakwa Adnan Hasanudi, namun tidak ada hubungan keluarga. Selain Adnan, saksi juga kenal dengan Daud Ismail. Namun hubungan mereka dengan AGK antara bawahan dan pimpinan/antasan. Demikian juga dengan Ridwan Arsan, eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ).
“Untuk Kristian kenal sebagai kontraktor, kalau Stevi kenal tapi tidak dekat. Kalau bertemu dengan AGK belum pernah lihat,” katanya
Wahidin menjelaskan, ia memegang rekening atas nama dirinya sendiri dari Bank BNI, namun rekening itu dibuka bujan atas perintah AGK. AGK hanya memerintahkan menerima transferan uang dari beberapa pihak yang sudah sesuai arahan. Pihak-pihak itu sudah lebih dulu dihubungi oleh AGK.
“Arahan dari Pak Gubernur itu mengirim/menerima transfer di rekening saya. Kalau uang itu sudah masuk diberitahu kepada AGK, saya ambil kemudian memberikannya,” jelasnya.
Wahidin menuturkan, uang yang ditransfer ke rekeningnya itu sebanyak lima atau enam kali pada September hingga November 2023. Nilainya dari 25 sampai 100 juta.
“Untuk uang 100 juta ini di transfer sekitar bulan November. Waktu itu ada acara di Palu. Jadi pertama 50 juta, kemudian 25 juta, kemudian 25 juta lagi, selanjutnya 50 juta, dan terakhir itu 100 juta,” terangnya.
Zaldy H. Kasuba selaku ajudan yang juga ponakan AGK mengaku, mengenal terdakwa Adnan Hasanudin, namun tidak ada hubungan keluarga. Begitu juga dengan terdakwa lainnya. Hubungan Adnan dan AGK antara bawahan dan atasan. Ia menjadi ajudan AGK sejak tahun 2017, sebelumnya honorer di Kantor BPKAD.
Sama halnya dengan Wahidin, Zaldy juga mengaku diperintahkan AGK untuk menerima transferan melalui rekeningnya. AGK juga menggunakan handphone milik Zaldy untuk menghubungi kepala dinas untuk meminta uang. Setelah itu komunikasi dilanjutkan oleh ajudannya ini.
“Terdakwa Adnan pernah mentransfer uang lewat saya sebanyak tiga. Angkanya mulai dari 20 juta hingga 100 juta. Saya tidak tahu penggunaan uang,” tukasnya.
Saksi Rizmat A.T selaku Sespri AGK juga mengenal terdakwa Adnan Hasanudin, namun tidak ada hubungam keluarga dan pekerjaan. Tugasnya lebih banyak membantu staf dan mendampingi gubernur di setiap kegiatan-kegiatan resmi.
“Waktu kejadian (OTT) di Jakarta terdakwa Adnan tidak ikut. Pas OTT itu saya ada, tapi ada keluar nonton bola. 15 menit sebelum berangkat nonton bola sempat ambil video testimoni ucapan gubernur,” cetusnya.
Rizmat tidak pernah menerima uang melalui rekeningnya. Ia hanya berinisiatif mencari tiket untuk keberangkatan atau kepulangan AGK setiap kegiatan di luar. Itupun jika belum ada tiket.
“Waktu itu mau balik ke Ternate sudah sore belum ada tiket, jadi koordinasi dengan Fajrin. Fajrin kemudian hubungi salah satu SKPD, dan SKPD itu Perkim. Kemudian Pak Adnan kirim uang,” tuturnya.
Sementara Muhammad Fajrin selaku Sespri AGK mengatakan, ia juga mengenal terdakwa Adnan, namun tidak ada hubungan keluarga maupun pekerjaan. Tugasnya sebagai Sespri adalah menyiapkan adminitrasi berupa surat masuk dan keluar. Ia mulai jadi Sespri sejak 2020 hingga 2023.
Fajrin mengaku pernah diperintahkan AGK agar menghubungi Adnan Hasanudin untuk meminta uang, namun sebelum itu AGK sudah lebih dulu menghubunginya. Sehingga tugasnya hanya menyampaikan apa yang telah disampaikan AGK kepada Adnan untuk mengirim uang ke rekeningnya.
“Transfer itu ada beberapa kali, angkanya mulai dari 10 hingga 25 juta. Setelah uang itu ditransfer ke rekening, saya ambil langsung kasih uang itu ke gubernur,” tandasnya. (gon/ask)