PENAMALUT.COM, TERNATE – DPRD Provinsi Maluku Utara menemukan adanya pencairan dana transfer melalui Treasury Deposit Facility (TDF) sebesar Rp 40 miliar sekian yang tak diketahui jelas peruntukannya.
Pencairan dana transfer ini dilakukan pada Maret 2024 lalu di saat internal Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengalami polemik akibat penonaktifan Sekretaris Daerah dan tiga pejabat teras yang berkaitan langsung dengan pengelolaan keuangan daerah.
Padahal, pencairan anggaran ini ketika dicairkan harus memerlukan syarat-syarat salur dan peruntukannya sudah ditentukan.
“Namun yang kami temukan itu TDF ada pencairan anggaran kurang lebih 45 miliar atau 54 miliar. Ada datanya. Ini tidak jelas peruntukannya, karena sampai saat ini DPRD belum menerima pemberitahuan dari Pemprov,” kata Ketua Pansus LKPJ Gubernur, Ishak Naser, saat ditemui wartawan, Kamis (18/4).
Menurutnya, ada aturan dalam hal APBD mengalami keterlambatan, maka setiap pencairan atau pengeluaran setiap bulan harus berdasarkan peraturan kepala daerah (Perkada).
“Jadi harus ada Pergub khusus untuk pengeluaran bulan Januari, begitu juga Februari dan seterusnya sampai APBD ditetapkan dan diundangkan. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019,” jelas Ishak.
Ketua Komisi II DPRD ini juga menjelaskan bahwa setiap pengeluarannya juga diatur, yakni maksimal 1/12 dari total realisasi pengeluaran tahun sebelumnya. Jika dilihat dari laporan yang ada, pengeluaran tahun sebelumnya sebesar 3,1 triliun, maka dibagi 12 sesuai batas maksimal.
“Namun pengeluaran anggaran itu juga harus bersifat wajib dan mendesak seperti gaji dan sebagainya. Jadi jangan ada yang sok pahlawan, karena ini bukan karena pelaksana harian (Plh) atau apa, tanpa Plh ini pun bisa. Karena ini wajib,” tandasnya.
DPRD menemukan permasalahan terkait anggaran masuk dari Januari sampai 31 Maret 2024 sudah lebih dari 520 miliar. Pada awal April posisi saldo di rekening kas umum daerah (RKUD) tersisa 128 miliar.
“Yang jadi pertanyaannya pengeluaran tiga bulan sebesar itu untuk apa saja? Kalau hanya sekedar belanja wajib seperti gaji dan tunjangan plus TTP, maka per bulan hanya 42 miliar. Jika dikalikan tiga bulan hanya 136 miliar. Sedangkan untuk uang persediaan dan ganti persediaan dalam tiga bulan maksimal hanya 100 miliar. Lantas kenapa pengeluarannya begitu besar, sebab tidak ada kegiatan yang menguras APBD dalam skala besar,” tuturnya.
“Jika perkiraan kita seperti itu, maka harusnya anggaran yang tersisa kurang lebih 290 miliar lebih. Namun justru yang tersisa 128 miliar, sehingga ada 164 miliar yang kita butuh penjelasan penggunaannya. Kita bukan menuh pemerintah bersalah, tapi ini harus didudukkan,” pungkasnya.
Ini dilakukan, kata Ishak, agar supaya menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang lebih besar dengan tujuan agar pengelolaan keuangan berjalan maksimal sesuai peruntukannya. (red)