PENAMALUT.COM, TERNATE – Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Sofifi Provinsi Maluku Utara (Malut), Tri Wandiro, akan dilaporkan ke pimpinan pusat di Jakarta buntut dari dugaan tebang pilih penegakan hukum produk kosmetik di wilayah Maluku Utara yang tidak memiliki izin edar.
Selain Tri, salah satu penyidiknya yakni Ama Tualeka juga bakal ikut dilaporkan.
“Kami akan melaporkan Balai POM Sofifi ke Balai POM Pusat, karena kami menganggap ini satu kezoliman terhadap klien kami. Sebab dalam proses penindakan itu didapati produk-produk salah satunya Baby Gold tidak ada kode NA maupun izin edarnya, tapi itu dibiarkan. Kami akan menempuh jalur itu karena klien kami merasa dirugikan,” tegas kuasa hukum Ismiati Safitri, M. Bahtiar Husni, kepada sejumlah awak media di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Maluku Utara, Kamis (25/4).
Produk kosmetik milik Ismiati Safitri ini terdaftar di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) terkait hak merk. Merk tersebut adalah FS yang bekerja sama dengan JC To Kos Mindo Jaya yang beralamat di Sidowarjo, Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Safitri memesan sejumlah produk kosmetik itu untuk dijual di Maluku Utara. Ketika pesanan tiba, Safitri langsung mendistribusikan ke reseller yang berada di Ternate, Sofifi, Bacan, Morotai dan Tobelo untuk dijual.
Namun pada 1 Maret 2024, tim gabungan BPOM yang berlokasi di Sofifi dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara menyita semua produk milik Safitri, karena diduga tidak memiliki izin edar dari pihak berwenang.
Pasca disita, Safitri yang merasa dirugikan langsung mendatangi kantor BPOM didampingi tim YLBH dengan membawa seluruh dokumen yang berkaitan dengan izin edar.
“Saat kami tanyakan ke salah satu penyidik PPNS yang bernama Ama Tualeka, dia menjawab bahwa ini perintah atasan. Ini yang kami sesalkan,” ujarnya.
Padahal, lanjut Bahtiar, ada juga salah satu reseller menanyakan kepada tim Balai POM terkait salah satu produk handbody dari Baby Gold yang tidak ditindak, karena jelas tidak ada izin edarnya. Hal itu kemudian dijawab oleh pihak Balai POM bahwa ini sementara diurus.
“Seharusnya kalau sementara diurus, ini tidak harus diedar. Seperti halnya lalulintas kalau tidak ada SIM, maka tidak harus membawa motor. Ini lucu,” tukasnya.
Bahtiar menilai ada orang-orang tertentu yang sengaja dilindungi oleh pihak Balai POM, karena ada juga yang sama sekali tidak memiliki lebel/nama produk tapi telah diedarkan.
Sementara kliennya tidak pernah diberikan peringatan dan langsung ditindak. Padahal di dalam undang-undang Balai POM sebelum sampai pada pemidanaan itu harus ada proses teguran, peringatan hingga pembinaan yang dilakukan. Apalagi barang tersebut tidak ditemukan langsung kepada kliennya tapi di reseller.
Seharusnya ketika mendapatkan hal itu, yang dilakukan BPOM adalah pembinaan terlebih dahulu. Akan tetapi ini tidak dilakukan.
Ia berharap, ada langkah profesional yang dilakukan pihak Balai POM agar tidak merugikan pengusaha-pengusaha yang lain. Apalagi ini terkait dengan pengawasan dan pengamatan, jika menemukan produk-produk lain agar tidak tebang pilih. Sebab apapun itu semua sama di mata hukum, dan tidak harus atas perintah atasan baru dilakukan pengawasan, karena itu bagian dari fungsi kontrol Balai POM.
Direktur YLBH Maluku Utara ini juga meminta agar hal ini menjadi perhatian pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku Utara untuk membongkar jaringan tersebut dan tidak harus melindungi pihak-pihak yang sengaja menutupi produk-produk yang tidak memilik izin edar.
“Jangan melindungi yang lain dan kemudian membasmi yang lain, karena dalam proses penegakan hukum semua sama di depan hukum tanpa ada keberpihakan ke salah satu pihak. Kami berharap ini menjasi atensi Kapolda Maluku Utara,” harapnya. (gon)