PENAMALUT.COM, TERNATE – Terdakwa Imran Yakub selaku eks Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Provinsi Maluku Utara, menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Ternate, Kamis (26/9).
Imran Yakub didakwa memberikan suap senilai 1,1 miliar sekian kepada mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).
JPU KPK, Rio V. Putra menyatakan, pada 8 November 2023 sampai dengan 11 Desember 2023, terdakwa Imran telah memberikan uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 1.145.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada AGK selaku gubernur saat itu dengan maksud supaya AGK mengangkat terdakwa menjadi Kadikbud Maluku Utara tanpa melalui proses seleksi terbuka atau uji kompetensi. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kusi dan Nepotisme.
Pada awal November 2023, AGK menghubungi terdakwa dan menyampaikan agar memperbaiki dinas pendidikan. Kemudian terdakwa menjawab siap jika masih dipercayakan.
Setelah itu, AGK meminta kepada terdakwa Imran untuk memberikan sejumlah uang sebelum pelaksanaan pelantikan dengan memberi arahan agar uang permintaan AGK diserahkan melalui Ridwan Arsan, karena terdakwa sebelumnya pernah tersangkut permasalahan hukum sehingga AGK masih ragu untuk menerima pemberian uang secara langsung dari terdakwa.
Pada 8 November 2023, AGK melalui Ridwan Arsan meminta uang kepada terdakwa sebesar Rp 120 juta kemudian setelah uang diterima oleh Ridwan Arsan. Kemudian AGK memberikan arahan agar uang sebesar Rp 100 juta tersebut ditransfer ke rening Bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim dan Rp 20 juta ditransfer ke rekening Mandiri atas nama Ikbal B.Rahman. Menindaklanjuti arahan dari AGK, Ridwan Arsan meminta bantuan Abdullah Al Ammari untuk mentransfer uang tersebut.
Tak sampai disitu, pada 9 November 2023 terdakwa memberikan uang tunai kepada AGK melalui Ridwan Arsan sebesar Rp 50 juta dan setelah uang diterima, AGK memberikan arahan kepada Ridwan Arsan agar uang tersebut ditransfer ke rekening Bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim.
Selanjutnya, Ridwan Arsam meminta bantuan Abdullah Al Ammari untuk mentransfer uang dari terdakwa ke nomor rekening sesuai dengan arahan dari AGK.
Setelah terdakwa memberikan uang kepada AGK, terdakwa juga menjanjikan kepada AGK akan memberikan uang lagi setelah terdakwa diangkat sebagai Kadikbud Maluku Utara.
Selanjutnya, AGK memanggil Kepaka Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Muhammad Miftah Baay dan menanyakan kembali apakah terdakwa dapat dilantik sebagai Kadikbud Maluku Utara tanpa melalui seleksi dan asesmen untuk menduduki jabatan eselon dua. Kemudian Miftah Baay menyampaikan hasil konsultasi lisannya dengan pihak KASN tentang terdakwa dan mendapatkan informasi bahwa jabatannya dapat dipulihkan pada jabatan eselon dua. Akan tetapi bukan pada jabatan yang strategis, misalnya sebagai Staf Ahli atau Asisten.
Atas penjelasan tersebut AGK tidak mempertimbangkan saran dari pihak KASN dan memerintahkan Muhammad Miftah Baay untuk segera membuat Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku Utara tentang pengangkatan terdakwa sebagai Kadikbud Maluku Utara dan akhirnya pada tanggal 10 November 2023 terdakwa dilantik menjadi Kadikbud oleh Samsuddin Abdul Kadir selaku Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara Nomor: 821.22/KEP/JPTP/87/X1/2023 tanggal 8 November 2023.
Setelah terdakwa menjabat sebagai Kadikbud Maluku Utara, terdakwa memberikan sejumlah uang sesuai dengan janjinya kepada AGK secara bertahap dengan rincian pemberian sebagai berikut:
Pada 11 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 100 juta kepada AGK melalui Ridwan Arsan. Pada 14 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 100 juta kepada AGK melalui Ridwan Arsan. Pada 15 November 2023, terdakwa kembali memberikan uang tunai sebesar Rp 50 juta kepada AGK melalui Ridwan Arsan.
Pada 17 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 100 juta kepada AGK melalui Ridwan Arsan. Pada 18 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai lagi sebesar Rp 100 juta kepada AGK. Pada 20 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 200 juta kepada AGK melalui Ridwan. Pada 21 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 100 juta kepada AGK melalui Ridwan Arsan dan setelah uang diterima Ridwan, AGK memberikan arahan kepada Ridwan agar uang sebesar Rp 75 juta ditransfer ke rekening atas nama Windy Caludia dan 30 juta ditarsnfer ke rekening atas nama Aminatuz Zahrah.
Pada 22 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 50 juta kepada AGK melalui Ridwan. Setelah uang diterima Ridwan, AGK memberikan arahan agar uang tersebut ditransfer ke rekening bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim.
Pada 27 November 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp50 juta kepada AGK melalui Ridwan. Setelah uang diterima Ridwan, AGK minta agar uang tersebut ditransfer ke rekening bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim.
Pada 6 Desember 2023, terdakwa kembali memberikan uang tunai sebesar Rp 50 juta kepada AGK melalui Ridwan Araan dan setelah uang diterima Ridwan, AGK memberikan arahan kepada Ridwan Arsan agar uang tersebut ditransfer ke rekening bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim.
Pada 11 Desember 2023, terdakwa memberikan uang tunai sebesar Rp 25 juta kepada AGK melalui Ridwan dan setelah uang diterima Ridwan, AGK memberikan arahan kepada Ridwan agar uang tersebut ditransfer ke rekening bank Mandiri atas nama Ramadhan Ibrahim.
Sehingga ditotalkan uang tersebut berjumlah Rp 1.145.000.000 atau 1,1 miliar.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubau dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Atau dakwaan kedua, terdakwa Imran Yakub diancam pidana dalam Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (gon/ask)