PENAMALUT.COM, TERNATE – Terdakwa Muhaimin Syarif diketahui mengusulkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tanpa melalui Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara.
Muhaimin Syarif disebut telah menyiapkan dokumen pengusulan WIUP dan di bawa ke mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK) untuk ditandatangani. Padahal, mekanisme pengusulan WIUP harus melalui Dinas ESDM kemudian ditandatangani gubernur dan selanjutnya diteruskan ke Kementerian ESDM.
Ini diungka mantan Sekretaris Pribadi (Sespri) AGK, Muhammad Fajrin, dalam sidang lanjutan perkara suap perizinan tambang dengan terdakwa Muhaimin Syarif yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (14/11).
“Sering saya bertemu dengan terdakwa (Muhaimin Syarif) di Hotel Bidakara. Selain pertemuan itu terdakwa juga membawa rekannya yang bergerak di bidang tambang dan kayu untuk bertemu dengan AGK di lantai sembilan Hotel Bidakara,” kata Fajrin saat ditanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam sidang tersebut.
Dalam pertemuan itu membahas masalah pertambangan di Maluku Utara, juga terdakwa telah membawa dokumen-dokumen yang berhubungan usulan WIUP.
Terdakwa juga pernah diajak AGK untuk mengikuti beberapa kali rapat di kantor untuk membahas pembangunan Bandara Loleo dan rapat terkait tambang yang dihadiri Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Hasyim Daeng Barang saat itu.
Saksi Muhammad Fajrin juga menyebut terdakwa bertemu dengan AGK di Hotel Bidakara pada awal tahun 2022 dengan membawa dokumen yang cukup banyak. Dokumen itu kemudian ditandatangani oleh AGK.
“Setelah pak gubernur tandatangan, saya baca ternyata dokumen yang dibawa adalah dokumen usulan WIUP yang ditujukan ke Dirjen Minerba Kementrian ESDM. Saya kemudian sampaikan kepada terdakwa harusnya dokumen ini ada paraf koordinasi, minimal dari Dinas ESDM selaku dinas teknis pertambangan, Dinas PTSP dan Sekertaris Daerah untuk pertanggungjawaban dokumen yang ditandatangani gubernur,” tuturnya.
“Tapi terdakwa Muhaimin Syarif menjawab itu surat biasa, perihal bukan rekomendasi usulan WIUP. Kemudian disambung AGK bahwa surat itu surat biasa, karena AGK bilang surat biasa, saya tidak bisa minta dokumen tersebut untuk arsip,” pungkasnya.
Dalam sidang itu, JPU juga menghadirkan mantan gubernur AGK selaku terpidana perkara suap dan gratifikasi, Zaldy Kasuba selaku eks ajudan, Wahidin Tachmid selaku eks ajudan, Ramadhan Ibrahim selaku eks ajudan yang juga terpidana.
Para saksi ini dihadirkan untuk memberikan keterangan pada sidang lanjutan dengan terdakwa Muhaimin Syarif. (gon/ask)