PENAMALUT.COM, TERNATE – Dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Kepala Kantor Kementerian Agama Halmahera Utara, Abdurahman M. Ali, dihentikan pihak Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Abdurahman belum lama ini diketahui mengajak para guru di salah satu sekolah Madrasah Ibtidaiyah untuk memilih salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara.
Dihentikannya dugaan pelanggaran ini patut dicurigai, karena penuh keganjilan. Pasalnya, ajakan memilih salah satu paslon oleh Abdurahman saat peringatan hari santri itu jelas-jelas merupakan sebuah pelanggaran.
“Penghentian penanganan kasus dugaan tindak pidana pemilu yang diduga melibatkan Kakanwil Kemenag Halut oleh Sentra Gakkumdu Halmahera utara itu penuh keganjilan,” kata akademisi Universitas Khairun, Aslan Hasan, Selasa (26/11).
Menurutnya, konstruksi kasus ini sangat terang dan jelas mengarah ke pelanggaran pidana pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (1) dan Pasal 188 Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan ke dua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Penghentian ini patut disoal, oleh karena sebelumnya Bawaslu Halut sendiri telah menyatakan pelanggaran netralitas terkait kasus ini terbukti dan telah direkomendasikan ke BKN. Sekarang tiba-tiba penanganan pidananya dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. Ini kan aneh dan janggal, karena perkaranya sama, perbuatannya sama, tapi yang terbukti hanya netralitas saja. Sementara pidananya dianggap tidak terbukti,” ujarnya dengan nada tanya.
Mantan komisioner Bawaslu Maluku Utara itu menjelaskan, objek larangan pada Pasal 71 ayat (1) dan Pasal 188 adalah terkait netralitas yang wujud konkritnya adalah berupa keputusan dan/atau tindakan dari pejabat ASN yang dinilai menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Jadi kalau netralitas dalam bentuk keputusan dan/atau tindakannya terbukti, maka secara otomatis pidananya juga mesti terbukti oleh karena objek, dan subjek perkaranya sama,” jelasnya.
Dia menilai adanya ketidakseragaman penanganan kasus dari Bawaslu Kabupaten/Kota se-Malut. Di mana terkait kasus yang sama sebagiannya ditangani sampai terbukti melalui putusan pengadilan, sementara yang lain dihentikan ditengah jalan.
“Saya melihat ada kesan diskriminatif dalam penanganan kasus oleh Bawaslu kabupaten/kota, karena kasus serupa yang melibatkan pejabat ASN di kabupaten/kota lain seperti di Halsel dan Halbar bisa di bawa hingga terbukti melalui putusan pengadilan. Tapi di Halut justru dihentikan di tengah jalan, ini patut dipertanyakan,” tukasnya.
Dia menyarankan agar tehadap penghentian penyidikannya kasus ini bisa dipersoalkan melalui pra peradilan dan juga bisa komisioner Bawaslu Halut dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Soal dimensi etikanya khusus untuk Ketua dan anggota Bawaslu Halut bisa dilaporkan ke DKPP,” tandasnya. (gon/ask)