PENAMALUT.COM, TERNATE – Terdakwa Imran Yakub membantah telah menyuap mantan gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) senilai Rp 1,1 miliar. Bantahan ini disampaikan Imran dalam nota pembelaan pada sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Ternate, Kamis (28/11).
Dalam pldeoinya, Imran mengaku memberikan uang kepada AGK kurang dari 500 juta.
Imran Yakub melalui kuasa hukumnya, Sahidin Malan, menyatakan berdasarkan fakta persidangan terkait dengan nilai uang suap yang diberikan oleh terdakwa kepada Gubernur Maluku Utara dan diterima oleh Abdul Gani Kasuba yang dikatakan sebesar Rp 1.145.000.000 atau 1,1 miliar lebih.
“Kami tim penasehat hukum terdakwa tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum, karna berdasarkan pengakuan Gubernur Maluku Utara hanya sebesar kurang lebih 500 juta. Artinya pengakuan gubernur tersebut bisa juga berkurang dari 500 juta, karena pengakuan terdakwa uang yang diberikan kurang lebih sebesar 350 juta,” katanya.
Pengakuan mantan gubernur AGK kurang lebih 500 juta yang diterima dari terdakwa hal ini membuktikan bahwa ajudan AGK Ramadan Ibrahim dan Zaldy Kasuba sebagai orang yang menerima uang pada rekening mereka telah menyatakan bahwa rekening yang dipegang oleh mereka bukan hanya uang dari terdakwa saja, melainkan juga uang dari beberapa orang.
Saksi Zaldy Kasuba dan saksi Ramadhan Ibrahim dalam keterangannya di hadapan persidangan tidak pernah menerima uang transfer langsung dari terdakwa Imran Yakub.
Selain itu, berdasarkan keterangan saksi Ridwan Arsan bahwa dalam BAP halaman 9, kesimpulan pertanyaan poin 10 yang menyatakan bahwa berdasarkan data di atas, maka jumlah total pemberian uang dari Imran Yakub kepada Abdul Gani Kasuba melaluinya sebesar Rp 175 juta.
Hal ini berbeda jauh dengan surat dakwaan penuntut umum pada halaman 6 sampai dengan 8 dakwaan pertama dan halaman 13 sampai dengan 16 dakwaan kedua yang menyatakan terdakwa Imran Yakub memberikan uang tunai kepada AGK melalui saksi Ridwan Arsan yang jika dijumlahkan uang yang diuraikan tersebut sebesar Rp 1.145.000.000 atau 1,1 miliar lebih.
Jika dihubungkan dengan fakta persidangan berdasarkan keterangan saksi Faizal H. Samuan dalam BAP halaman 8 ditotalkan uang yang dikirim Faisal H. Samuan adalah sebesar Rp 849.400.000 sekian dari total uang tersebut. Berdasarkan keterangan Faizal H. Samaun dalam BAP tersebut adalah bersumber dari Ridwan Arsan dan Imran Yakub.
Artinya uang yang berasal dari Imran Yakub jika dijumlahkan hanya sebesar Rp 150 juta, yaitu pada tanggal 10 November 2023 sebesar 50 juta dan tanggal 11 November 2023 sejumlah 100 juta yang uang tersebut ditransfer oleh Abdullah Al Amari atas perintah terdakwa.
Jika dikurangi dari uang yang bersumber dari terdakwa sebesar 150 juta, maka sisa uang sebesar Rp 699.400.000 merupakan uang vang bersumber dari saksi Ridwan Arsan.
Jika hal ini dihubungkan dengan BAP Ridwan Arsan pada halaman 9 kesimpulan pertanyaan poin 10 yang menyatakan bahwa berdasarkan data diatas, maka jumlah total pemberian uang dari Imran Yakub kepada Abdul Gani Kasuba melalui Ridwan sebesar 175 juta.
Sehingga dari total uang Rp 699.400.000 dikurangkaan dengan 175 juta yang berasal dari Imran Yakub melalui saksi Ridwan Arsan menjadi sebesar Rp 524.400.000.
“Maka jelas uang sebesar 524 juta ini berasal dari saksi Ridwan Arsan dan bukan dari terdakwa, sehingga nilai total yang berasal dari terdakwa yang diberikan kepada AGK hanya sebesar 325 juta yang diterima langsung oleh saksi Faizal H. Samaun 50 juta dan saksi Abdullah Al Amari 100 juta yang kemudian ditransfer ke rekening Faizal H. Samaun ditambah dengan uang yang diterima langsung oleh Ridwan Arsan dari terdakwa sebesar 175 juta,” ujar Sahidin.
Sahidin juga mengungkapkan uang yang diberikan terdakwa kepada AGK adalah uang yang berasal dari hasil gadai sertipikat rumah dan bangunan milik terdakwa dengan nomor sertifikat 25.03.70.12 1.00265 yang digadaikan kepada Hermunanto pada tanggal 6 November 2023 sebesar Rp 350 juta (terlampir) dan tanggal 10 November 2023 sebesar 250 juta (terlampir).
Sehingga total uang gadai sertipikat rumah dan bangunan yang dilakukan oleh terdakwa kepada Hermunanto adalah sebesar 600 juta, maka telah sesuai dengan fakta persidangan pengakuan AGK sebagai orang yang menerima suap hanya sebesar kurang lebih Rp 500 juta.
Kemudian terkait dengan keterangan saksi Zaldy H. Kasuba yang menerangkan dihadapan persidangan bahwa terdakwa pernah menelpon
saksi dangan mengatakan bahwa seluruh uang yang dikirim oleh Ridwan Arsan adalah berasal dari uang terdakwa.
“Walaupun keterangan saksi tersebut didukung oleh rekaman, namun faktanya pengakuan AGK sebagai orang yang menerima suap hanya sebesar kurang lebih 500 juta. Hal ini dijelaskan oleh terdakwa bahwa pernyataan terdakwa tersebut dikarenakan terdakwa sudah tidak punya uang lagi untuk diberikan kepada gubernur. Ini terdakwa lakukan agar AGK tidak lagi meminta uang kepada terdakwa,” ungkapnya.
“Jadi kami berbeda pendapat dengan bukti petunjuk jaksa penuntut umum, karena jelas bukti petunjuk merupakan penilaian majelis hakim berdasarkan Pasal 188 ayat (3) HUHAP,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam tuntutan JPU KPK menyatakan Imran Yakub terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana berupa memberikan sejumlah uang kepada AGK dengan maksud untuk diangkat kembali sebagai kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Perbuatan terdakwa memberikan uang 1.145.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada AGK selaku gubernur saat itu dengan maksud supaya AGK mengangkat terdakwa menjadi Kadikbud Maluku Utara tanpa melalui proses seleksi terbuka atau uji kompetensi. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kusi dan Nepotisme.
Menuntut agar majelis hakim memutuskan dan menyatakan terdakwa Imran Yakub bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubau dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana penjara 3 tahun dan denda 100 juta dengan subsider pidana pengganti tiga bulan penjara,” pungkas JPU. (gon/ask)