Tender Proyek di BP2JK Maluku Utara Diduga Penuh Kejanggalan, Penegak Hukum Diminta Usut

PENAMALUT.COM, TERNATE – Tender proyek di Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Maluku Utara disinyalir penuh dengan kejanggalan.

Ini diungkap Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LPP Tipikor) Maluku Utara saat menggelar aksi unjuk rasa, di depan Kantor Kejaksaan Tinggi, Senin (6/10) tadi.

Koordinator LPP-Tipikor Malut, Zainal Ilyas, mengungkapkan bahwa berdasarkan penelusuran data dan informasi yang didapat, terdapat beberapa oknum kontraktor di Maluku Utara yang diduga mendapatkan pekerjaan proyek pada Kementrian PUPR melalui Balai PJN dan Balai Cipta Karya, lebih dari batas kemampuan Sisa Kemampuan Paket (SKP) dengan motif atau spekulasi menggunakan perusahaan lain. Ini terjadi sepanjang 5 tahun terakhir.

Hal ini, kata dia, telah berdampak serius terhadap pelaksanaan kegiatan proyek di lapangan, akibat dari ketidakmampuan finansial dan peralatan perusahaan tersebut.

“Penyebabnya apa? Terjadi kerusakan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang selama ini terjadi, karena akibat dari perencanaan dan pengadaan yang tidak cermat berupa ketidaksesuaian spesifikasi barang/jasa, keterlambatan pengadaan, penurunan kualitas hasil, pemborosan anggaran, sanksi administrasi, gugatan perdata, hingga tuntutan pidana,” tuturnya.

Ia menyatakan bahwa dugaan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 junto Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang tidak sehat, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diterbitkan 30 April 2025, sebagai perubahan kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan perubahannya Perpres 12 Tahun 2021.

Sehingga itu, LPP-Tipikor meminta pihak BP2JK Malut untuk menjelaskan perihal paket lelang preservasi jalan Weda-Mafa-Matuntin dan Saket dengan nilai pagu sebesar Rp 149.726.518.000, yang kemudian dimenangkan oleh PT Buli Bangun dengan nilai penetapan pemenang sebesar Rp 98.675.316.613. 

Jika dihitung, maka terdapat nilai sebesar Rp 51.051.201.387 atau sekitar sekitar 34 persen dari total nilai pagu yang dibuang dalam dokumen penawaran.

“Hal ini dalam kesimpulan kami, nilai penawaran tersebut dengan penawaran terendah yang tentunya dapat mempengaruhi nilai kulaitas dan mutu pembangunan jalan,” ucap Alan sapaan akrabnya.

Pihak BP2JK Wilayah Malut juga diminta menjelaskan perihal paket lelang pekerjaan pembangunan jembatan Kalibutu yang dikerjakan oleh PT Sederhana Jaya Abadi senilai Rp 16.503.800.000. Di mana dalam dokumen pelelangan disebutkan bahwa pengadaan material dan komponen jembatan rangka baja tipe B bentang 50 meter telah tersedia di gudang PU Citeureup, sehingga biaya pembelian rangka jembatan tidak ada, hanya biaya pengiriman rangka jembatan dari Gudang Citeureup sampai dengan lokasi kegiatan yang ditanggung oleh penyedia jasa.

“Mohon dapat diberikan penjelasan terkait dengan hal tersebut dan apakah pekerjaan ini merupakan kontrak tunggal (1 tahun anggaran) atau pekerjaan multiyears (kontrak jamak),” katanya mempertanyakan.

Alan meminta aparat penegak hukum agar melakukan pengawasan ketat terkait dengan proses tender yang dilakukan BP2JK Wilayah Malut.

“Kuat dugaan terdapat sejumlah paket proyek di Malut yang dikerjakan oleh dua kontraktor besar, yaitu Budi Liem dan Renny Laos. Ini sebenarnya ada apa? Seakan di daerah ini tidak ada kontraktor lain selain mereka,” ucapnya.

LPP-Tipikor juga menemukan fakta di lapangan bahwa sejumlah pekerjaan yang direkomendasikan melalui lelang BP2JK, pihak rekanan maupun kontraktor tidak memiliki kompentensi kualitas dan mutu pekerjaan. Hampir seluruh pekerjaan yang diberikan, justru berimplikasi pada perbuatan tindak pidana korupsi. 

“Terbukti, sebagian dari itu dalam penanganan proses hukum di Kejati dan Polda Malut. Sehingga kami meminta kepada Kementerian PUPR untuk mengevaluasi kinerja Kepala BP2JK dan BPJN Malut. Bahkan jika perlu pelaksanaan kegiatan proyek kementerian di Malut diberikan saja kepada BUMN untuk dikeola,” lanjutnya.

“Jika atensi ini tidak diperhatikan maka kami mendesak Gubernur Sherly Laos dan seluruh bupati maupun wali kota untuk ambil alih segera ruas jalan dan ditangani oleh Dinas PUPR,” sambungnya. (ska)

error: Content is protected !!