DAERAH  

DPRD Halmahera Selatan Soroti Ketimpangan DBH Sektor Pertambangan

Dialog publik yang diprakarsai Warkop Halmahera Selatan. (Amrul/NMG)

PENAMALUT.COM, LABUHA – Anggota DPRD Kabupaten Halmahera Selatan, Rustam Ode Nuru, menyoroti ketimpangan dalam distribusi Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan. Ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam dialog publik yang digelar Wartawan dan Komunitas Penulis (Warkop) Halsel dengan tajuk ā€œTambang Dalam Diskursus Mediaā€ Selasa, (11/2) kemarin.

Ia mempertanyakan mekanisme distribusi DBH dari pemerintah pusat ke daerah, yang dianggap masih belum adil dan perlu ditinjau kembali.

“DBH merupakan bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari penerimaan negara dan dibagikan sesuai regulasi. Namun, realisasinya masih menunjukkan ketimpangan,” kata Rustam.

Menurutnya, DBH dari sektor sumber daya alam (SDA), termasuk pertambangan diatur dalam Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Secara umum, 80 persen dari DBH diberikan ke daerah dan 20 persen ke pemerintah pusat. Dari porsi daerah tersebut, lanjut dia, 65 persen dialokasikan ke pemerintah provinsi, 16 persen ke kabupaten/kota penghasil, dan sisanya untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama.

Ia menilai, skema tersebut belum sepenuhnya mencerminkan keadilan fiskal bagi daerah penghasil. Ia mencontohkan, Halmahera Selatan yang pada 2023 menerima sekitar Rp329 miliar dari DBH sektor pertambangan dan SDA lainnya.

“Kita punya potensi SDA yang besar, tapi penerimaan DBH belum sebanding dengan dampak sosial dan lingkungan yang ditanggung masyarakatā€ tuturnya.

Selain alokasi yang belum ideal, transparansi dalam distribusi dan pemanfaatan DBH juga disorot. Pihaknya mendesak pemerintah daerah untuk lebih aktif mengawasi penggunaan anggaran agar benar-benar dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.

“Pemerintah daerah harus cermat dalam mengelola DBH. Ini bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tapi harus berdampak nyata bagi masyarakat,” tegasnya.

Politisi Golkar ini juga menyinggung regulasi yang dinilai lebih berpihak kepada pemerintah pusat, terutama setelah terbitnya Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dengan regulasi tersebut, kewenangan daerah dalam pengelolaan pertambangan semakin terbatas. Sementara itu, DBH yang diterima daerah penghasil dinilai belum sebanding dengan eksploitasi SDA dan dampaknya terhadap lingkungan serta sosial ekonomi masyarakat setempat.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, Rustam mengusulkan beberapa langkah, di antaranya pertama, revisi skema pembagian DBH agar lebih proporsional dengan beban yang ditanggung daerah penghasil. Kedua, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam distribusi dan penggunaan DBH melalui laporan keuangan daerah yang lebih terbuka.

Ketiga, mendorong revisi regulasi agar daerah penghasil memiliki kontrol lebih besar terhadap pengelolaan SDA dan pemanfaatan hasilnya. Keempat, memperkuat koordinasi antara DPRD, Pemda, dan pemerintah pusat dalam perumusan kebijakan fiskal terkait DBH.

ā€œKami berharap evaluasi regulasi ini dapat membawa manfaat lebih besar bagi daerah penghasil tambang, khususnya Halmahera Selatan. DBH harus menjadi instrumen pemerataan pembangunan, bukan sekadar pembagian angka di atas kertas,” tegasnya.

Sementara itu, Pemkab Halmahera Selatan belum mengetahui berapa besar dana bagi hasil yang masuk ke daerah per tahun.

ā€œKami belum tahu besaran DBH kita yang masuk ke daerahā€ ujar Asisten III Bidang Administrasi Pemkab Halsel, Soadri Ingratubun saat menjadi pembicara dalam dialog publik.

Soadri beralasan, sejauh ini Pemkab Halsel belum menerbitkan Perda atau Peraturan Bupati (Perbub) tentang besaran DBH dari sektor pertambangan.

Pihaknya memastikan akan menyusun Perbub DBH, sehingga Pemda bisa mengetahui besaran DBH yang masuk ke daerah setiap tahun.

ā€œSaya tanya kabag hukum, tapi Perbup-nya belum dibuat, jadi nanti kami upayakan untuk mempercepat penyusunannyaā€ pungkas dia. (rul/tan)