Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Harus Serius Berdayakan Masyarakat Adat

PENAMALUT.COM, DEPOK – Tepat pada Sabtu (22/2) hari ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara Fachruddin Tukuboya resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia. Ia bersama ratusan mahasiswa program doktor lainnya diwisuda.

Pada kesempatan itu, Fachruddin menekankan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan agar serius memberdayakan masyarakat adat di Maluku Utara.

Menurutnya, hingga saat ini beberapa komunitas adat di Provinsi Maluku Utara masih mengalami ketertinggalan dan keterbatasan akses terhadap hak-hak dasar sebagai warga negara. Hal tersebut dialami oleh masyarakat adat Togutil di Pulau Halmahera, serta masyarakat adat Mange dan Kadai di Pulau Mangoli dan Pulau Taliabu. Meski Indonesia telah merdeka selama lebih dari tujuh dekade, upaya pemenuhan hak-hak dasar bagi komunitas adat di wilayah ini masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.

*Keterbatasan Akses dan Hak Dasar*

Masyarakat adat Togutil, Mange, dan Kadai kerap menghadapi tantangan serius dalam hal pendidikan, kesehatan, serta pengakuan atas wilayah adat mereka. Keterbatasan infrastruktur dan minimnya layanan publik di wilayah terpencil menjadi salah satu faktor penghambat terpenuhinya hak-hak dasar tersebut. Meskipun pemerintah telah menginisiasi sejumlah program pembangunan, namun realisasinya dinilai belum optimal dan tepat sasaran.

Para tokoh adat setempat mengeluhkan sulitnya memperoleh pengakuan resmi atas tanah ulayat (wilayah adat), yang kerap memicu konflik lahan dengan pihak luar. Belum lagi isu kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri dan pertambangan di beberapa bagian Maluku Utara, yang berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat adat yang menggantungkan diri pada sumber daya alam.

*Pemberdayaan Ekonomi, Sosial, dan Perlindungan Budaya*

Pemerhati sosial dan lingkungan, termasuk **Dr. Ir. Fachruddin Tukuboya, ST. MM**, menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat adat di Maluku Utara melalui pendekatan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang holistik. Menurutnya, pemerintah dan pelaku usaha di sektor industri serta pertambangan harus berkolaborasi untuk mengembangkan program-program yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat adat, mulai dari penguatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan infrastruktur dasar, hingga upaya perlindungan budaya dan lingkungan.

“Komunitas adat seperti Togutil, Mange, dan Kadai memiliki kearifan lokal yang sangat berharga. Namun, ketiadaan pengakuan hukum yang kuat dan minimnya dukungan program pemberdayaan menyebabkan mereka tetap berada di pinggiran pembangunan. Diperlukan upaya lintas sektor dan keseriusan semua pihak untuk memastikan hak-hak mereka dihormati dan terpenuhi,” tegas Fachruddin.

*Langkah Kolaboratif Pemerintah, PEMDA, dan Pelaku Usaha*

Para pemerhati masyarakat adat serta aktivis lingkungan di Maluku Utara mendesak agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera merumuskan kebijakan yang lebih konkret, melibatkan komunitas adat dalam setiap tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini mencakup:

1. Pengakuan Legal dan Perlindungan Hak Tanah Adat: Pembaharuan regulasi yang menjamin hak ulayat masyarakat adat, serta mekanisme penyelesaian sengketa lahan yang adil dan transparan.

2. Peningkatan Akses Pendidikan dan Layanan Kesehatan: Pembangunan sekolah, pelatihan guru yang memahami kultur lokal, penyediaan fasilitas kesehatan memadai, serta tenaga medis yang siap melayani di wilayah adat terpencil.

3. Program Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal: Pelaku usaha dan industri di Maluku Utara diminta untuk menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) secara tepat sasaran, mengembangkan UMKM lokal, serta melibatkan masyarakat adat dalam rantai nilai industri secara adil dan berkelanjutan.

4. Penguatan Kelembagaan dan Kebudayaan Adat: Penggalian dan pelestarian tradisi, bahasa, dan nilai-nilai adat setempat, sehingga kearifan lokal dapat ditransformasikan menjadi daya dukung dalam pembangunan sosial-budaya.

*Membangun Masa Depan Berkeadilan*

Dorongan agar masyarakat adat Togutil, Mange, dan Kadai mendapat haknya sebagai warga negara bukan sekadar isu sosial, tetapi juga menyangkut keadilan dan keberlanjutan pembangunan. Pemerintah dan pemangku kepentingan diharapkan dapat mengambil langkah proaktif, mulai dari penetapan kebijakan hingga realisasi di lapangan, guna memastikan hak-hak dasar mereka terpenuhi.

Meski tantangan masih besar, optimisme tetap hidup di kalangan masyarakat adat dan pendukungnya. Semangat gotong royong, kolaborasi lintas sektor, serta penerapan nilai-nilai kearifan lokal diyakini dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah Maluku Utara, tanpa meninggalkan masyarakat adat yang telah lama menjadi bagian integral dari sejarah dan budaya Nusantara. (*)