Oleh: Abd Agis
TANGGAL 27 Maret 2025 di Kepulauan Sula, saya memilih lebaran bersama istri di kampungnya, di Desa Buya, Kecamatan Mangoli Selatan.
Tidak ada yang berubah. Dengan kata lain, tidak ada pembangunan secara ekonomi dan infrastruktur pembangunan, terutama jalan raya yang baik untuk dilewati dan penggunaan akses berbagai kebutuhan masyarakat yang sebenarnya harus diperhatikan oleh pemerintah saat ini.
Saya mencoba amati di sekitar sampai ada cerita yang terbangun, “Pemerintah yang dipimpin oleh keluarga Mus, hingga kini tidak ada yang berubah,” kata masyarakat yang keluhkan dengan kondisi di hari-hari yang sulit.
Kejahatan politik yang terbangun di lingkungan orang-orang yang punya kepentingan, mengorbankan saudara-saudari di negeri seberang Pulau Mangoli.
Jaringan telekomunikasi sangat sulit didapatkan oleh masyarakat Desa Buya, Kecamatan Mangoli Selatan. Mungkin di desa lain seperti Wailab dan desa tetangga lainnya mudah, karena ada towernya berdiri tegak dan aktif di dalam kampung.
Hingga mereka yang memiliki jaringan, bisa berkomunikasi dengan sanak saudara dan anak-anak mereka yang berkuliah di luar Maluku Utara dan di dalam Malut, sangat mudah didapatkan, baik di dalam rumah dan di luar rumah mereka bisa mengakses jaringan telekomunikasi dengan baik.
Hal ini bebeda dengan masyarakat Desa Buya yang inisiatif mengganggu Starlink untuk berkomunikasi via WhatsApp serta media sosial yang mereka gunakan. Di zaman teknologi serta informasi digitalisasi yang kian pesat dan laju, akses internet itu malah tak mudah didapatkan.
Sedangkan Desa Auponhia juga sama kondisinya, jaringan Telkomsel sangat sulit didapatkan. Mereka menggunakan jaringan Starlink dan kalau banyak yang menggunakan jaringan tersebut, maka ada gangguan yang pasti terjadi kalau melebihi kapasitas.
Untuk cek pulsa data, pulsa telepon dari Telkomsel, mereka harus ke pantai dan itu pun harus dicari-cari. Di tambah lagi, akses jalan seperti jembatan belum dibangun oleh pemerintah setempat hingga kini.
Pulau Mangoli banyak air kali yang hidup dan kalau hujan turun, kadang jalan menuju desa-desa tetangga tidak bisa dilewati oleh warga yang memiliki kepentingan serta keperluan yang mendesak.
Kita tahu bersama, masyarakat Mangoli Selatan pada umumnya masih menggunakan transportasi laut dengan bodi fiber. Hal itu menjadi pilihan untuk keperluan ke Pulau Sanana.
Ada juga transfortasi darat, tapi jalan belum dibutas, air kali masih putus-putus karena tidak ada pembangunan jembatan yang dibuat oleh pemerintah saat ini.
Hal-hal seperti ini sangat penting diperhatikan oleh pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Kesejahteraan rakyat Indonesia adalah harga mati bagi masyarakat Desa Buya dan Kecamatan Mangoli pada umumnya.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula yang dipimpin oleh keluarga Mus, mulai dari Ahmad Hidayat Mus sampai Fifian Adeningsi Mus yang menjabat sebagai Bupati aktif hari ini, dipertanyakan kinerja-kinerjanya yang dilakukan. Karena belum berdampak atau masyarakat belum merasakan secara merata.
Sisi lain Pulau Mangoli yang dianaktirikan dari Telekomunikasi dan Pembangunan oleh pemerintah daerah, karena perbedaan politik yang menjadi efek dan sentimen yang terbangun dari kelompok ke kelompok masyarakat lain.
Tidak ada solusi yang ditawarkan sebagai jalan keluar. Malah dibiarkan secara sengaja oleh mereka yang memiliki kepentingan atau yang tidak satu gerbong dalam proses demokrasi yang lalu.
Kita akan lihat di periode kedua kali ini, apakah ada pembangunan secara aktif serta merata yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula atau mungkin tidak sama sekali, itu menjadi cerita yang belum tuntas dan belum dinikmati oleh masyarakat. (*)