DPR RI Pertanyakan IPPKH PT Karya Wijaya, Rajiv: Jangan Sampai Hoaks

Rapat kunjungan kerja Komisi IV DPR RI yang berlangsung di Ballroom Royal Resto, Kota Ternate.

PENAMALUT.COM, TERNATE – Dugaan perusahaan tambang ilegal PT Karya Wijaya yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, akhir-akhir ini mencuat ke publik. Bahkan ini sudah sampai ke telinga DPR RI.

Hal ini lantas dipertanyakan anggota DPR RI Komisi IV, Rajiv, saat kunjungan kerja spesifik Komisi IV di Provinsi Maluku Utara yang bertempat di Ballroom Royal Resto, Kota Ternate, Selasa (23/9).

Rapat kerja ini dipimpin Ketua Komisi IV Siti Hediati Soeharto didampingi Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Gubernur Sherly Tjoanda Laos Wakil Gubernur Sarbin Sehe, kepala daerah se-Provinsi Maluku Utara serta pimpinan perusahaan tambang.

Dalam rapat tersebut, Rajiv mempertanyakan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT Karya Wijaya yang akhir-akhir ini muncul di media. Pertanyaan itu ia tujukan kepada Bupati Halmahera Tengah, Ikram Sangaji, terkait tidak adanya IPPKH PT Karya Wijaya yang beroperasi di Pulau Gebe itu.

“Benar tidak Pak Bupati? Perusahaan ini ada (IPPKH) atau tidak? Jangan-jangan ini hoaks,” tanya Rajiv.

Terkait masalah ini, politisi Partai Nasdem itu sudah meneruskan ke Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) agar ditelusuri.

Ia juga menyoroti permasalahan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) oleh perusahaan pertambangan di Maluku Utara.

“Pak Menteri, kalau ada perusahaan tidak menjalankan rehabilitasi DAS, agar dievaluasi dan dicabut izinnya. Sehingga hanya perusahaan yang beroperasi itu benar-benar menjaga kawasan hutan kita,” tegasnya.

Menanggapi pertanyaan anggota DPR RI, Bupati Halmahera Tengah Ikram Malan Sangaji mengaku tidak mengetahui IPPKH PT Karya Wijaya.

“Kayaknya bukan hanya perusahaan itu (PT Karya Wijaya) saja yang viral, tapi banyak sekali. Gimana saya mau tahu orang izinnya ada di pusat. Jadi kami gak tahu IPPKH ada atau tidak,” ujarnya.

Namun demikian, kata Ikram, ia sudah mengecek lewat website Kementerian Kehutanan dan itu ada.

“Saya pantau di website Kementerian Kehutanan itu memang ada,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Maluku Utara, Sartono Halek, menyatakan PT Karya Wijaya diduga tidak mengantongi IPPKH dan juga tidak menempatkan jaminan reklamasi pascatambang, serta beroperasi tanpa izin pembangunan jetty.

Hal ini tertuang jelas dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tertanggal 24 Mei 2024 yang menyebut nama PT KW (Karya Wijaya) dalam daftar perusahaan pelanggar. Meski demikian, PT Karya Wijaya tetap beroperasi di atas konsesi IUP yang diterbitkan di massa Gubernur Abdul Gani Kasuba itu.

IUP awal PT KW bernomor 502/34/DPMPTSP/XII/2020 dengan luas 500 hektar berlaku sejak tahun 2020 sampai 2040. Pada Januari 2025, izin diperluas hingga 1.145 hektar, yang merambah ke Halmahera Tengah dan Halmahera Timur dab berlaku sampai 2036.

PT KW juga saat ini terseret sengketa di PTUN melawan PT FBLN akibat tumpang tindih wilayah operasi.

Sartono menyebut perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa IPPKH itu dapat diberikan sanksi pidana berupa penjara dan denda serta sanksi tertulis dan penghentian sementara hingga pencabutan IUP. Hal ini jelas dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 dan perubahannya, bahwa perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap kegiatan pertambangan di kawasan hutan tanpa IPPKH diancam sanksi pidana.

Semenetara Pasal 199 UU Minreba menjelaskan bahwa pencabutan IUP/IUPK sebagai sanksi pemegang izin, apabila tidak mematuhi kewajiban sesuai peraturam yang berlaku.

“Ini sudah jelas diatur,” tandasnya. (ask)

error: Content is protected !!