Pecat 13 ASN, Keputusan Bupati Halsel Dianggap Menyalahi Aturan

PENAMALUT.COM, LABUHA – Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, memecat 13 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Halsel.

Pemecatan 13 ASN ini diumumkan langsung Bupati pada saat apel pagi di halaman Kantor Bupati Halsel, Senin (10/1) kemarin.

Munawir Husen, salah satu ASN yang dipecat kepada wartawan mengatakan, ia belum mendapat alasan pemecatan terhadap dirinya dan beberapa ASN lainnya. Sebab SK pemecatan belum ia terima.

Munawir mengetahui jika pemecatan itu hanya dibacakan Bupati pada saat apel bersama.

“Soal pemecatan itu menurut informasi yang saya dengar hanya dibacakan Bupati saat apel bersama, tapi alasannya saya belum tahu,” ujarnya.

Sementara Kepala Bidang Mutasi pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPPD) Halsel, Ruslan, saat dikonfirmasi wartawan media ini di ruang kerjanya membenarkan pemecatan tersebut.

“Iya benar, Bupati telah memecat pegawai ASN pada saat apel bersama dan langsung dibacakan Bupati,” terangnya.

Ia beralasan, pemecatan terhadap 13 ASN itu lantaran mereka tidak pernah berkantor.

“Dorang (mereka 13 ASN) dipecat karena tidak pernah masuk kantor,” tuturnya.

Soal SK pemecatan, Ruslan mengaku belum diberikan ke 13 ASN tersebut. Pihaknya nanti mengajukan ke Bupati untuk ditandatangani SK-nya, setelah itu baru diberikan ke masing-masing ASN yang dipecat.

“Untuk SK kami dari BKPPD nanti ajukan ke Bupati dan setelah Bupati sudah tandatangan, barulah kami akan berikan ke yang bersangkutan,” tandasnya.

Pemecatan ke 13 ASN ini dinilai menyalahi aturan. Pasalnya, pemecatan ASN itu harus melalui tahapan-tahapan pemberian sanksi ringan, sedang, berat, barulah pemecatan.

“Keputusan Bupati Usman memecat 13 ASN ini merupakan keputusan yang sangat kontorversi dengan peraturan tentang ASN. Pemecatan ASN itu harus benar-benar dibuktikan dengan persoalan atau kasus serius yang dilakukan oleh yang bersangkutan dan itu berkaitan dengan pelanggaran kode etik ASN,” ujar praktisi hukum, Safri Nyong.

Menurut dia, pemecatan ASN harus memiliki dasar hukumnya yang jelas. Jika mereka dipecat karena alasan tidak masuk-masuk kantor, ada mekanisme sanksinya.

Safri menguraikan, dalam PP Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada BAB III Hukuman Disiplin, telah dijelaskan pada Pasal 5 bahwa PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.

Pada pasal 6 menyebutkan, dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.

Hukuman disiplin sebagaimana dijelaskan dalam pasal 7 itu melalui beberapa tingkatan, yakni hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, dan hukuman disiplin berat. hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.

Untuk hukuman disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Sedangkan hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

“Dari penjabaran PP Nomor 53 tahun 2010 ini, Bupati harus lebih objektif dalam mendudukkannya untuk mengambil sebuah keputusan. Saya sudah mempelajari beberapa peraturan, baik UU ASN maupun PP itu sebelum ASN dipecat, harus diberikan sanksi dulu. Dan sanksi juga ada tiga yang harus diterapkan berdasarkan pelanggaran yang dilakukan seorang ASN, tidak serta merta langsung dipecat,” tukasnya.

“Bagi saya, keputusan Bupati ini kontroversi dengan peraturan ASN,” pungkasnya mengakhiri. (rul/ask)