Dua Tahun Berturut-turut, Pelayanan Publik Disdikbud Halbar Dianggap Buruk

PENAMALUT.COM, JAILOLO – Akademisi UMMU, Tamin Ilan Abanun, mengungkapkan salah satu OPD di lingkup Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dalam penilaian Ombudsman terkait standar pelayanan publik yang masuk zona merah adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Halbar.

“Bahkan ini berturut-turut dari tahun 2021 dan 2022. Seharusnya pelayanan yang buruk ini tidak perlu terjadi lagi. Ini praktek klasik, jangan diulangi lagi. Alasan karena tumpukan kerja yang padat, itu tidak masuk akal sekali,” ujar Tamin, Selasa (17/1).

Kata dia, saat ini masyarakat sudah semakin kritis dan setiap saat memotret pelayanan publik. Maka cara terbaik untuk mengatasi daya kritis masyarakat itu tidak lain dengan memperbaiki pelayanan publik tersebut.

Di sisi lain, mantan anggota DPRD Halbar itu menyentil pemotongan tunjangan ASN seperti tunjangan tambahan penghasilan (Tamsil) yang dialami sejumlah guru di Halbar.

“Ini kan tidak perlu terjadi. Kalau dilihat dari tertib penyalurannya saja sudah tidak tertib, bahkan tidak tepat waktu. Sekarang sudah pertengahan bulan Januari, yang seharusnya di akhir bulan Desember atau awal Januari itu sudah harus terbayar, terus di potong juga dananya betapa hal ini sangat bertentangan dengan prinsip kepatutan dalam Permendikbudristek Nomor 4 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Tunjangan Tamsil tersebut,” jelasnya.

Tamin juga menambahkan, tidak ada korelasi tambahan penghasilan guru dihubungkan dengan pekerjaan yang begitu padat, sehingga terjadi kesalahan membayar. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip penyaluran tunjangan Tamsil, seperti prinsip penyaluran yang tertib, efisien, efektif transparan, akuntabel dan kepatutan.

“Praktek seperti ini sebaiknya dihentikan. Karena ini termasuk penyakit birokrasi dan dipastikan Ombudsman akan memantau hal ini,” imbuhnya.

Ia menerangkan, dalam pasal 21 ayat (1) Permendikbudristek Nomor 4 Tahun 2022 menjelaskan bahwa Pemda dilarang menunda penyaluran tunjangan Tamsil melewati 14 hari kerja setelah diterimanya dan tunjangan di rekening kas umum daerah. Selanjutnya pada ayat 2, Pemda dilarang menggunakan alokasi dana tunjangan Tamsil.

“Ini kan jelas substansi Permendikbudristek ini. Kenapa lagi harus dilanggar. Pencairannya sudah tidak tepat waktu. Dipotong lagi dananya untuk kepentingan lain. Kalau mengikuti peraturan menteri ini Dinas Pendidikan sudah membuat kesalahan besar,” cetusnya.

“Oleh karena itu bila ide pemotongan secara sepihak ini dilakukan oleh staf, maka Kadis Pendidikan yang harus berperan dalam hal memberikan sanksi kepada stafnya itu. Dan jika seandainya, ide pemotongan ini berasal dari Kadis Pendidikan, maka Bupati lah yang akan memberikan sanksi. Sebab hal ini juga diatur dalam Pasal 21 ayat 3 bahwa Pemda yang menunda penyaluran dan atau menggunakan alokasi dana tersebut dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan,” sambungnya.

Sembari meminta kepada Komisi II DPRD Halbar agar menindaklanjuti keluhan masyarakat ini, meskipun hanya melalui media massa. (adi/tan)