PENAMALUT.COM, TERNATE – Masih ingat kasus dugaan penganiayaan ibu bhayangkari yang dilakukan IM alias Irwandi, oknum polisi yang bertugas di Polres Halmahera Timur?
Kasus tersebut hingga saat ini belum diproses secara kode etik. Padahal, Pengadilan Negeri Ternate telah menjatuhkan putusan bersalah kepada Irwandi sejak tahun 2023 lalu, dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Di mana polisi berpangkat Aipda itu dijatuhi hukuman dua tahun penjara dalam sidang pembacaan putusan yang digelar Senin 25 September 2023 lalu.
Kabid Humas Polda Maluku Utara, AKBP Bambang Suharyono dikonfirmasi via WhatsApp terkait hal ini belum menjawab pertanyaan wartawan.
Menyikapi hal ini, penggurus DPD Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum (PERHAKHI) Maluku Utara Ahmad Rumasukun meminta Polda tidak harus diam menyikapinya.
Menurutnya, Propam sebagai divisi yang bertanggung jawab atas masalah pembinaan profesi, seharusnya tidak melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu yang dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap nama baik institusi Polri. Cukupkahlah kasus pelanggaran kode etik Ferdy Sambo dan kawan-kawan menjadi pembelajaran bersama, lantas pelangaran-pelanggaran kode etik di internal kepolisian didiamkan.
“Dari serangkaian proses yang terjadi dalam konteks laporan dugaan pelanggaran kode etik dimaksud, kami menilai Propam Polda Malut tidak serius menindaklanjuti laporan tersebut,” ujarnya, Kamis (14/3).
Padahal, lanjut dia, faktanya terlapor/teradu telah divonis bersalah dengan putusan pemidanaan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Ternate dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
“Lantas mengapa belum juga dilakukan sidang kode etik atas laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut,” tanya dia.
Menurut Ahmad, mestinya dengan dasar putusan pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, proses sidang kode etik di Propam Polda Malut juga sudah berjalan. Proses sidang etik sampai ini belum terlaksana, bahkan pelapor/pengadu juga belum dipanggil untuk dimintai keterangan.
Proses penanganan pelanggaran kode etik semacam ini sangat berpengaruh pada nama baik institusi Polri secara kelembagaan, terkhusus Polda Maluku Utara.
“Kami tidak ingin Polda Malut diasumsikan oleh publik sebagai pelindung bagi pelanggar-pelanggar etik. Ini menjadi fakta apabila Propam Polda kemudian mengabaikan proses etik ini,” tukasnya.
“Sehingga kami berharap segera lakukan sidang etik atas laporan dimaksud, dan jika terbukti maka berikan sanksi etik yang seadil-adilnya sebagaimana ketentuan perundang-undangan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, sebelum tersandung kasus penganiayaan ibu bhayangkari yang merupakan istri dari temannya sendiri, Irwandi juga pernah dijatuhi sanksi etik saat bertugas di Polsek Moti, karena tidak melaksanakan tugas selama 156 hari. Irwandi lalu dijatuhi sanksi berupa demosi ke Polres Halmahera Timur pada tahun 2020 lalu. Lalu dua tahun kemudian ia kembali melakukan pelanggaran dengan menganiaya istri temannya sendiri. (gon/ask)