PENAMALUT.COM, TERNATE – Tim penasehat hukum terdakwa Kristian Wuisan menyampaikan pledoi/pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK).
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Ternate, Senin (13/5) itu, penasehat hukum Kristian menegaskan kliennya tidak terbukti suap sebagaimana tuntutan JPU KPK.
Ketua Tim Hukum, Dr. Hendra Karianga menuturkan, alat bukti yang diajukan oleh JPU untuk membutikan apakah terdakwa Kristian bersalah melakukan tindak pidana suap kepada AGK sesuai dakwaan pertama melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1996 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan dakwaan kedua melanggar Pasal 13 tidak cukup bukti dan atau dengan kata lain bukti-bukti yang diajukan tidak terang membuktikan adanya tindak pidana suap yang telah dilakukan oleh terdakwa Kristian.
Berdasarkan fakta hukum semua saksi menerangkan pemberian uang oleh terdakwa Kristian kepada Gubernur nonaktif AGK bukan lahir dari inisiatif atau inisiator dari terdakwa, melainkan atas permintaan berulang-ulang kali yang dilakukan oleh AGK sebagai Gubernur Maluku Utara pada waktu itu.
Tidak ada fakta adanya meeting of mind kesepahaman atau consensus kedua belah pihak antara pemberi dengan penerima sebagai syarat adanya suatu tindak pidana suap adalah fakta yang tidak terbantahkan dalam perkara a quo.
Sebagai pengusaha yang telah puluhan tahun bermitra dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara dan puluhan miliar telah menginvestasikan usahanya, dalam kondisi yang terdesak memberi karena terpaksa, seperti buah simalakama berada dalam kondisi yang sulit dan terjepit terpaksa harus memenuhi perimintaan Gubernur ketika perisitiwa itu terjadi.
Praktik kepala daerah meminta upeti dengan mempergunakan kekuasaan dan kewenangannya sebagai gubernur telah terjadi puluhan tahun lamanya. Meminta upeti dan menerima upeti sudah menjadi budaya model pemerintahan yang korup, oleh karenanya harus diberantas dan pemberantasannya harus dilakukan dengan menegakkan hukum secara tepat, tegas dan adil.
“Ibarat tikus yang masuk kelumbung padi merusak lumbung dan memakan padinya, maka jangan lumbung padi yang dibakar atau dihancurkan, akan tetapi tikusnya yang di bakar dan dihancurkan. Sehingga tidak mengorbankan yang lain yang tidak bersalah, demikian juga dalam perkara a quo,” ucapnya.
Menurutnya, kesalahan ini ada pada pejabat yang meminta upeti dengan mempergunakan kewenangan dan kekuasaannya, dan memintanya berulang-ulang kali. Tindak pidana suap unsur delik adalah tindak pidana terjadi bukan datang dari pejabat yang meminta, tetapi inisiator datang dari orang yang memberi dan harus ada meeting of mind. Jika terdakwa mendapat pekerjaan pengadaan barang dan jasa sebagaimana fakta persidanga itu bukan atas dasar suap, akan tetapi karena memang melalui suatu proses tender yang kompetitif.
“Ada permintaan gubernur kepada kepala dinas, biro, PPK dan Pokja untuk membantu terdakwa, akan tetapi sepanjang tender yang diikuti oleh terdakwa memenuhi syarat administrasi, maka syarat teknis dan HPS pastii dimenangkan,” tuturnya.
Hal sebaliknya, lanjut dia, apabila tender yang diikuti oleh terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat kualifikasi tender, maka tidak akan dimenangkan. Faktanya benar terdakwa juga banyak kalah dalam tender walaupun ada permintaan dari gubernur kepada kepala dinas, kepala Biro, PPK dan Pokja.
Atas semua problem fakta hukum dalam perkara a quo ini, tim penasihat hukum berkeyakinan majelis hakim yang mulia akan mempertimbangkan seluruh analisa fakta dan analisa yuridis dalam pembelaan perkara a quo.
Dengan segala kerendahan hati, tim penasehat hukum terdakwa, istri dan anak, orang tua, keluarga, dan handaitolan terdakwa memohon kepada yang mulia majelis hakim yang mengadili perkara ini kiranya menjatukan putusan kepada diri terdakwa Kristian sebagai berikut:
Menyatakan terdakwa Kristian Wuisan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan baik pada dakwaan pertama maupun pada dakwaan kedua tersebut.
Membebaskan terdakwa Kristian Wuisan baik dari dakwaan pertama maupun dakwaan kedua tersebut.
Membebaskan terdakwa Kristian Wuisan dari pidana denda sebesar Rp100 juta subsidair pidana kurungan pengganti selama tiga bulan.
Membebaskan terdakwa Kristian Wuisan dari tahanannya setelah putusan ini diucapkan dan dilaksanakan.
Memulihkan hak terdakwa Kristian Wuisan tersebut dari segala kemampun, kedudukan, harkat dan martabatnya.
Mengembalikan kepada terdakwa barang bukti surat berupa slip pengiriman uang pinjaman Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara, karena tidak mempunyai relevansi dengan perkara yang dituduhkan kepada terdakwa, setelah putusan ini diucapkan dan dilaksanakan.
“Apabila yang mulia majelis hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang adil seadil-adilnya,” harapnya.
Sementara JPU KPK yang diwakili oleh Andry Lesmana menanggapi pledoi secara lisan dan tetap pada surat tuntan.
Sidang aka dikanjutkan pada Kamis (16/5) dengan agenda pembacaan putusan. (gon/ask)