Sarankan Kejati Lakukan Audit Investigatif Dugaan Korupsi Anggaran di DPRD Malut

Kantor Kejati Malut

PENAMALUT.COM, TERNATE – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara saat ini sedang mengusut dugaan korupsi anggaran tunjangan anggota DPRD Malut periode 2019-2024. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat maupun pimpinan DPRD telah dimintai keterangan oleh tim penyidik.

Praktisi hukum sekaligus akademisi, Hendra  Karianga, menyarankan agar Kejati melakukan audit investigatif atas pengelolaan anggaran di Sekretariat DPRD Malut.

Hendra menjelaskan, jika melihat postur APBD pada pos belanja kesekretariatan DPRD, nilai yang digelontorkan tergolong  besar. Dengan demikian, besarnya anggaran tersebut menjadi perhatian serius aparat penegak hukum untuk diusut.

‎“Pada tahun 2021 itu sekitar Rp 300 miliar lebih, kemudian berturut-turut Rp 200 miliar sekian dan seterusnya. Jadi selama empat tahun hampir mencapai Rp 1 triliun. Ini angka yang luar biasa besar,” ujarnya, Kamis (6/11).

Perkara ini, kata dia, bila perlu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigatif atas permintaan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

‎“Dengan audit investigatif, publik bisa mengetahui apakah pengelolaan anggaran sebesar itu sudah sesuai aturan keuangan negara atau justru berpotensi penyimpangan. Jangan sampai muncul spekulasi di masyarakat,” katanya.

Hendra menegaskan bahwa pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab langsung dalam penggunaan anggaran juga harus diperiksa.

‎“Sekwan dan bendahara itu kuasa pengguna anggaran. Ada juga pejabat pembuat komitmen (PPK), bendahara penerimaan, dan bendahara pengeluaran. Mereka semua harus dimintai pertanggungjawaban,” pintanya.

Sekadar diketahui, berdasarkan data yang diperoleh, selama periode 2019–2023, Setwan DPRD Maluku Utara tercatat mengelola anggaran pengadaan barang dan jasa mencapai Rp 817,31 miliar. ‎Dana jumbo ini terbagi dalam dua mekanisme utama, yakni pengadaan melalui penyedia jasa dan pelaksanaan swakelola.

‎Puncak alokasi anggaran terjadi pada tahun 2020 mencapai Rp 374,25 miliar, melonjak hampir dua kali lipat dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp 202,37 miliar.

Sementara tahun 2022 tercatat Rp 117,04 miliar, dan tahun 2023 sebesar Rp 123,64 miliar. Sehingga total empat tahun mencapai Rp 817,31 miliar .

Lonjakan drastis pada tahun 2020 disebut terjadi karena adanya sejumlah kegiatan besar, seperti rehabilitasi gedung DPRD, pengadaan meubelair ruang pimpinan, videotron ruang paripurna, serta belanja perjalanan dinas dan bimbingan teknis anggota DPRD.

Selain melalui tender penyedia jasa, sebagian besar kegiatan juga dilakukan dengan mekanisme swakelola, terutama untuk kebutuhan operasional kelembagaan, seperti tunjangan anggota DPRD, biaya listrik dan internet, honor kebersihan, publikasi media, perjalanan dinas, sosialisasi perda, hingga dana reses anggota DPRD.

‎Mekanisme swakelola dinilai rawan penyimpangan bila tidak diiringi transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, berbagai kalangan mendorong agar Kejati Malut segera mengambil langkah hukum yang tegas untuk memastikan pengelolaan anggaran di lembaga legislatif itu berjalan sesuai ketentuan. (nox/ask)