PENAMALUT.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Provinsi Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), sebagai tersangka dugaan suap atau gratifikasi proyek.
Selain Gubernur AGK, lembaga antirasuah ini juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka. Mereka ini terdiri dari pejabat di lingkungan Pemprov Malut dan pihak swasta, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Daud Ismail, Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Rakyat (Disperkim) Adnan Hasanudin, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPPJ) Ridwan Arsan, ajudan Gubernur AGK berinisial RI, serta ST dan KW dari pihak swasta.
Abdul Gani Kasuba dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut menyebutkan, penerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Wakil Ketua KPK, Aleksander Marwata, menjelaskan kronologis operasi tangkap tangan (OTT) ini bermula adanya informasi dari masyarakat atas dugaan korupsi penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait kegiatan proyek di Provinsi Maluku Utara.
KPK, kata Alex, memperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang melalui transfer dari rekening bank serta rekening penampung yang dipegang oleh ajudan Gubernur AGK berinisial RI dan sebagai salah satu orang kepercayaan dari AGK.
Dari informasi ini kemudian tim langsung mengamankan para pihak yang diantaranya berada di salah satu hotel di Jakarta Selatan dan di beberapa kediaman pribadi dan tempat makan yang ada di Kota Ternate Maluku Utara. Dari hasil operasi ini, KPK mengamankan uang tunai sebanyak 725 juta sebagai bagian dari bukan penerimaan sejumlah 2,2 miliar.
“KPK kemudian mengumpulkan alat bukti dan keterangan serta pemeriksaan para saksi, sehingga diputuskan oleh penyelidikan serta dengan kecukupan alat bukti dan selanjutnya dilakukan penyidikan dan pada hari ini KPK mengumumkan tersangka dan menetapkan untuk dilakukan penahanan AGK sebagai Gubernur Maluku utara kemudian AH Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kepala Dinas PUPR, RA selaku Kepala BPJB, RI dan ST selaku ajudan serta dari pihak swasta berinisial KW,” jelas Alex dalam konferensi pers di gedung KPK di Jakarta, Rabu (20/12).
Alex menguraikan, Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu provinsi yang mendapatkan prioritas untuk mempercepat proses pengadaan dan pembangunan infrastruktur, kemudian melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang anggarannya bersumber dari APBN.
AGK dalam jabatan sebagai Gubernur Maluku Utara dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan dimaksud pada Dinas PUPR. RA selaku Kepala BPBJ menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Maluku Utara yang mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, diantaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting dan Rangaranga serta pembangunan jalan dan jembatan lainnya.
Dari sinilah kemudian ditentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, gubernur juga meminta AH dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen dengan tujuan agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan. Oleh KW selaku kontraktor yang digunakan kemudian menyatakan kesanggupan memberikan uang.
Selain itu, ST juga telah memberikan sebuah uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya. Uang dikumpulkan di rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain. Uang-uang tersebut kemudian digunakan diantaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran penginapan atau hotel dan juga untuk membayar biaya kesehatan yang bersangkutan.
AGK juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara.
Atas hal ini, KW sebagai pemberi uang disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 318 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasar 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangkan AGK, RI dan RA sebagai penerima yang akan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (udi/ask)