Misteri Utang Gubernur 17 Miliar: Pertemuan di Manado, Sejumlah OPD Diperintahkan LunasiĀ 

Saifuddin Djuba saat memberikan kesaksiannya

PENAMALUT.COM, TERNATE – Gubernur Maluku Utara nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK), memiliki utang 17 miliar yang dibebankan kepada sejumlah pimpinan OPD untuk melunasinya.

Tak diketahui pasti utang sebanyak itu dari mana dan untuk apa AGK memiliki utang tersebut. Sejumlah pimpinan OPD yang dipanggil ke Manado, Sulawesi Utara, untuk melakukan pertemuan membahas utang ini pun bertanya-tanya. 

Pertemuan yang berlangsung 2022 lalu itu dihadiri Kepala Dinas PUPR, Kepala BPBJ, Kadis Perkim, dan Kepala BKD. Pertemuan itu dikoordinir Kepala Inspektorat Nirwan M.T Ali dan dipimpin langsung AGK. Masing-masing dinas dibebankan untuk melunasi utang tersebut.

“Pertemuan di Manado itu Gubernur menyampaikan langsung untuk Dinas PUPR selesaikan 5 miliar, hanya saja utang itu apa dan dari siapa tidak tahu,” ujar Saifuddin Juba yang kala itu menjabat Kepala Dinas PUPR saat memberikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek infrastruktur dan perizinan dengan terdakwa Kristian Wuisan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Negeri Ternate, Rabu (27/3).

Saat itu Saifuddin tidak menyanggupi dan hanya diam tidak merespons arahan AGK.

“Karena saya diam dan tidak respons, suatu hari balik dari Manado langsung diganti,” tuturnya.

Selama menjabat Kepala BPBJ dari tahun 2016 hingga 2022 kemudian dilantik menjadi Kepala Dinas PUPR, Saifuddin tidak pernah bertemu dengan terdakwa Kristian Wuisan. Hanya saja AGK pernah memerintahkan untuk mengamankan perusahaan terdakwa. Itu juga melalui langsung ke Pokja pemilihan. 

Ia menyebut Muhaimin Syarif dan istri AGK sering mencampuri proyek di Pemprov melalui salah satu kepala bidang di Dinas PUPR, salah satunya proyek milik terdakwa.

Saifuddin juga mengaku AGK sering menghubunginya atau memerintahkan anak buah untuk meminta uang. Ia menyerahkan uang itu secara tunai lewat Ramadhan dan Zaldy Kasuba. Uang yang diserahkan itu sebanyak 45 kali dengan nilai 10 juta sampai 20 juta.

Saat JPU menanyakan perihal uang 390 juta yang diberikan ke Ramadhan dan Zaldy Kasuba, Saifuddin membenarkannya. Ia mengaku terpaksa menyerahkan uang itu karena ada tekanan dan perintah dari AGK, sebab jika tidak maka diberhentikan dari jabatannya.

Uang itu Saifuddin dapatkan dari pemberian fee satu persen oleh kontraktor mulai dari 15 juta sampai 50 juta. Dari fee satu persen itu terkumpul sekitar 200 juta lebih yang kemudian diserahkan ke AGK.

Pria yang sekarang menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga itu juga mengungkapkan, setiap proyek di Pemprov Malut sudah dibagikan ke orang-orang AGK. Di Halmahera Utara misalkan, ditangani oleh Kristian Wuisan. Untuk Hamahera Barat kepada Merlisa, dan Pulau Taliabu ada Muhaimin Syarif.

“Begitu juga Halmahera Selatan, Halmahera Timur dan lainnya ada beberapa orang. Kalau syarat memenuhi wajib dimenangkan. Gubernur pernah arahkan, tetapi keputusan akhir di Pokja dan itu juga disampaikan ke Pokja,” tukasnya.

“Kami tahu (Kristian) tim sukses. Setahu kami ada tiga Pokja. Semua Pokja melakukan itu, karena ada perintah dari Gubernur langsung ke Pokja. Untuk hadiah uang atau barang ke Gubernur melalui orang Gubernur itu saya tidak tahu,” sambungnya.

Sementara eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Kadri Laetje menyatakan, pada tahun 2022 ia dilantik definitif sebagai Kepala BPBJ. Namun tiga bulan kemudian dinonjob, karena tidak ikut arahan. Pada Oktober 2022, ia berpapasan dengan terdakwa Kristian di Kantor Gubernur. Ketika itu diperkenalkan oleh teman terdakwa.

Pada saat itu, terdakwa menyampaikan bahwa ia mendorong terdakwa Daud Ismail agar dilantik sebagai Kadis PUPR.

“Saat itu saya belum kenal Pak Daud dan Kian (Kristian),” katanya.

Terkait pertemuan dengan AGK yang berlangsung di Manado, Kadri juga mengaku pertemuan difasilitasi oleh Nirwan MT. Ali yang kemudian disampaikan ke beberapa OPD untuk kumpul di Manado. 

Rapat tertutup yang berlangsung di Manado membahas utang 17 miliar AGK, dan meminta kepada masing-masing kepala dinas untuk menyelesaikannya.

“Jadi kumpul uang, lalu itu nanti diserahkan kepada Pak Nirwan. Selanjutnya Pak Nirwan melakukan pembayaran dan Pak Gubernur menerima kwitansi,” ucapnya.

Setelah dari Manado, Kepala Inspektorat Nirwan MT. Ali kembali melakukan pertemuan kedua di Hotel Bolote, Sofifi, pada Agustus 2023. Saat itu Nirwan menanyakan kepada para kepala dinas apakah uang itu sudah terkumpul atau belum.

“Kalau belum terkumpul, semua konsekuensinya nanti ada di Pak Gubernur. Itu kata Pak Nirwan. Setelah itu saya sampaikan kepada Pak Yusman, karena utang-utang itu tidak jelas, jadi jangan (kasih),” tandasnya.

Karena tidak mengikuti perintah tersebut, Kadri dan dua Ketua Pokja yakni Hasan Tarate dan Yusman dinonjobkan.

“Karena waktu itu Pak Gubernur pernah sampaikan angkat Kepala BPBJ tapi tidak berguna,” pungkasnya. (gon)