Oleh: Naufandi Hadyan Saleh, S.Pd
_____________________
MENGUTIP dari laman TribunTernate pada tanggal 24 Maret 2025 yang berjudul ‘Sherly Laos Datangi Kementerian Diktisaintek, Minta Beasiswa dan Bangun Kampus Unkhair di Sofifi’ bagi penulis adalah angin segar sekaligus harapan baru bagi pembangunan Maluku Utara, utamanya lagi dunia Pendidikan Tinggi Maluku Utara. Sherly Laos yang juga merupakan gubernur terpilih Maluku Utara periode 2025-2030 bergerak cepat pasca dilantik secara resmi oleh Presiden Prabowo.
Gubernur cantik yang sering muncul pada fyp TikTok ini tampil dengan gaya baru yang menurut hemat penulis bagian dari strategi politiknya untuk menginformasikan progres program-program kerjanya lewat media sosial kepada masyarakat. Terdapat dua dari sekian banyak program kerja yang coba diusung oleh pasangan Sherly–Sarbin di awal masa kepemimpinannya. Pertama program pendidikan gratis bagi SMA, SMK, dan SLB negeri se-Maluku Utara, dan kedua pembangunan kampus baru di Maluku Utara.
Gubernur Sherly dalam sambutannya pada rapat paripurna bersama dengan anggota DPRD Maluku Utara menegaskan akan menggratiskan biaya iuran siswa dan ditanggung oleh pemerintah provinsi lewat dana APBD. Selain itu, pada postingan yang di-upload melalui akun TikTok Sherly Tjoanda, Gubernur Sherly juga mengabarkan hasil dari pertemuan bersama dengan Menteri Diktisaintek yang memuat beberapa hal, di antaranya wacana menghadirkan kampus baru di daerah Sofifi.
Menurut hemat penulis, menghadirkan kampus baru di daerah Sofifi adalah angin segar sekaligus babak baru pendidikan tinggi di Maluku Utara. Mengapa demikian? Sebagai masyarakat sekaligus mahasiswa yang juga berkuliah di Maluku Utara sering kali kita melihat adanya ketimpangan pembangunan baik dari segi infrastuktur maupun pendidikan yang terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sofifi yang sejatinya adalah ibu kota provinsi agaknya belum layak disebut sebagai ibu kota provinsi. Tidak meratanya pembangunan disinyalir menjadi salah satu aspek yang paling mempengaruhi hal tersebut.
Untuk itu, bagi penulis pembangunan pada sektor pendidikan tinggi bisa menjadi salah satu kunci sekaligus solusi bagi kemajuan Maluku Utara yang akan berdampak pada kemajuan ibu kota provinsi. Ada beberapa alasan kenapa penting membangun kampus di daerah Sofifi sebagai ibu kota provinsi maupun daerah-daerah lain yang ada di Maluku Utara.
Pemerataan Infrastuktur Pendidikan di Maluku Utara
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, jumlah perguruan tinggi Maluku Utara yang berada di bawah naungan Kementerian Agama maupun Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi berjumlah 24 kampus dan dari 24 kampus tersebut, Kota Ternate masih menjadi pusat pendidikan tinggi di Maluku Utara. lagi-lagi Ternate masih menjadi sentral pembangunan di Maluku Utara. Sebagian besar kampus-kampus negeri maupun swasta yang terakreditasi berada di Kota Ternate. Tentu hal ini bukanlah kabar baik bagi pembangunan di Maluku Utara. Idealnya kota maupun kabupaten yang lain juga harus melakukan akselerasi pembangunan layaknya Kota Ternate, termasuk dalam dunia pendidikan.
Kehadiran kampus di daerah Sofifi membuat masyarakat lebih efisien dari segi anggaran maupun jarak, sebab mereka tak harus merantau lagi ke Kota Ternate. Selain itu, akan muncul pertumbuhan ekonomi maupun aktivitas baru di daerah ibu kota provinsi yang membuat Sofifi sebagai ibu kota semakin ramai.
Ruang dan Kesempatan Masyarakat Maluku Utara
Sofifi secara geografis tentu berada pada jalur tengah yang menghubungkan kabupaten maupun kota se-provinsi Maluku Utara. Kita tahu betul kehadiran tambang yang menjadi bagian dari program pemerintah pusat khususnya di sektor hilirisasi membuat kebutuhan akan manusia-manusia yang siap mengelola sumber daya alam di Maluku Utara meningkat. Sebagai masyarakat Maluku Utara, penulis memimpikan adanya sosok-sosok yang secara basic keilmuan layak dan pantas mengisi posisi strategis tersebut adalah putra/i asli Maluku Utara.
Putra/i asli Maluku Utara adalah golongan yang paling pantas merasakan dampak dari kehadiran tambang. Memang sisi positif dari kehadiran tambang di Maluku Utara salah satunya ketersediaan lapangan kerja, namun lapangan kerja yang diharapkan masyarakat Maluku Utara khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar daerah pertambangan bukanlah sebagai pekerja kasar. Putra/i Maluku Utara harus menjadi tuan di tanah kelahirannya.
Dengan kehadiran kampus baru di daerah Sofifi tentu akan membuka ruang dan kesempatan bagi masyarakat Maluku Utara untuk mengenyam pendidikan tinggi. Maluku Utara butuh putra/i yang siap mengelola sumber daya alam tanah kelahiran mereka. Solusi yang bisa dihadirkan ialah menghadirkan kampus yang berspesifikasi khusus ilmu pertambangan. Dengan begitu, Maluku Utara pada setiap tahunnya bisa menghadirkan alumnus yang layak mengisi posisi-posisi strategis di tambang. Sehingga tak ada lagi alasan putra/i daerah Maluku Utara belum siap hanya karena keterbatasan basic keilmuan pertambangan.
Selain itu, kehadiran kampus di daerah ibu kota akan meningkatkan ruang dan kesempatan masyarakat Maluku Utara untuk merasakan pendidikan tinggi. Dari data yang dikeluarkan oleh databoks, masyarakat Maluku Utara yang mengenyam pendidikan tinggi hanya berkisaran 6,76%, tentu ini angka yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan total keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Maluku Utara.
Solusi Konflik Maluku Utara
Tempo melalui laman resminya mengemukakan daftar provinsi yang rawan konflik dan kecurangan pilkada 2024 menariknya Maluku Utara bertengger di posisi ke-4 sebagai provinsi yang paling rawan konflik dan kecurangan dalam pilkada kemarin. Bukan menjadi rahasia umum lagi daerah yang katanya sebagai provinsi paling bahagia ini nyatanya selalu menyimpan kisah kelam. Pada setiap perhelatan politik rasa-rasanya telinga selalu diperdengarkan berita tak sedap, kecurangan pemilu, money politic, isu SARA, agama dan masih banyak lagi yang rutin terjadi di negeri para raja.
Menurut penulis, Maluku Utara butuh peningkatan kualitas masyarakat. Pendidikan tinggi bisa dijadikan sebagai salah satu solusi. Konflik yang terjadi tentu disebabkan karena minimnya pengetahuan serta kurangnya kebijaksanaan masyarakat dalam menyikapi sesuatu. Dengan menghadirkan pendidikan tinggi, penulis meyakini masyarakat akan lebih bijaksana, kritis, visioner, agamais, bahkan kreatif. Daya ini yang akan dimaksimalkan pada sebuah perguruan tinggi.
Dinamika Bermahasiswa
Bagi sebagian besar mahasiwa yang berkuliah di Maluku Utara praktis hanya mahasiswa yang berkuliah di Ternate-lah yang sedikit lebih bisa merasakan dinamika dalam bermahasiswa. Persaingan antar kampus baik dari segi prestasi, organisasi, maupun fasilitas pendukung lebih terlihat di Kota Ternate. Banyaknya kampus yang ada di Ternate membuat sebagian besar mahasiswa yang berkuliah di daerah Maluku Utara terpusat di Ternate.
Secara kuantitas mahasiswa yang berkuliah di luar Kota Ternate menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak pada pergerakan politik mahasiswa Maluku Utara. Kita tahu betul mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial, salah satunya sebagai agent of control terhadap pemerintah.
Sebagai mahasiswa, penulis menginginkan adanya kampus yang terpusat di ibu kota provinsi sebagai pengontrol dan jembatan aspirasi antara masyarakat kepada pemerintah provinsi. Selama ini dinamika dunia perpolitikan mahasiswa Maluku Utara hanya tersorot pada mahasiswa yang berkuliah di Ternate. Penulis selalu berkeyakinan sebuah kebaikan harus digerakan secara kolektif, tidak boleh hanya digerakan oleh satu atau dua kelompok. Itulah kenapa gerakan-gerakan politik mahasiswa Maluku Utara tidak boleh hanya bertumpu pada mahasiswa yang berkuliah di Ternate, melainkan harus digelorakan di kota maupun kabupaten lain yang ada di Maluku Utara.
Selain itu, kita sudah lebih harus memusatkan seluruh aktivitas pemerintahan maupun pendidikan berada di Sofifi sebagai ibu kota provinsi Maluku Utara. (*)