Opini  

Refleksi Hari Tani Nasional: Ketimpangan Penguasaan Tanah Semakin Parah

Oleh: Rosanti Fatmona
Kabid Perempuan PD KAMMI Ternate 

____________

HARI Tani Nasional yang jatuh pada 24 September seharusnya menjadi momentum untuk merayakan jasa para petani sebagai tulang punggung pangan bangsa. Namun di balik simbol penghormatan itu, tersimpan dilema: profesi tani makin ditinggalkan dan terpinggirkan di tengah arus pembangunan dan modernisasi.

Hari ini tidak bisa menjadi penciutan hanya sekadar formalitas dan pidato formal para pejabat. Hari ini adalah bentuk perlawanan ketidakadilan terhadap masyarakat kelas bawah (petani) yang berusaha bertahan di tengah ancaman penggusuran tanah.

Di balik fenomena suara yang terus bergema diporak-porandakan oleh pemerintah justru menunjukkan ketimpangan terhadap kepemilikan. Ini adalah bentuk pengkhianatan. Perubahan struktur kepemilikan dan penggunaan lahan masih jauh dari kata harapan. Rupanya mereka yang katanya mengembalikan tanah pada petani, justru negara semakin licik untuk menjadikan ini sebagai alat kepentingan finansial besar.

Perampasan tanah para petani semakin terjadi dengan wajah-wajah yang berbeda-beda.

Tanah rakyat dikebas, petani didiskriminasi dan kepentingan para kapitalis menjadi prioritas. Kasus-kasus perampasan tanah yang terus terjadi secara berulang kali ini menunjukan bahwa pemerintah bersama kaki tangannya turut menjadi pemeran utama yang mengkhianati cita-cita para kepemilikan tanah.

Hari Tani Nasional ini harusnya menjadi seruan secara lantang untuk menghentikan perampasan dan menghentikan kriminalisasi terhadap petani, bukan memanipulasi dengan dalil proyek politik belaka.

Petani adalah penopang negara, tanpa petani tidak ada pangan, tanpa pangan tidak ada kedaulatan rakyat.

Pengkhianatan terhadap petani sama halnya dengan berkhianat terhadap masa depan bangsa. (*)

error: Content is protected !!