Oleh: Jandi Farid
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan dan Ketua Bidang Keagamaan IPMB
______________
DESA Busua merupakan salah satu desa yang terletak di bagian selatan Halmahera, Kecamatan Kayoa Barat, sebuah desa yang terletak jauh dari pusat perkotaan sehingga sering diasingkan dan diabaikan oleh pemerintah daerah, padahal Desa Busua sendiri memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah baik laut maupun daratan seperti ikan, cengkeh, pala, dan tumbuhan lainnya.
Namun saat ini Desa Busua mengalami krisis kepemimpinan sehingga membuat Desa Busua mengalami stagnasi dalam pembangunan, padahal Desa Busua sendiri merupakan pusat perkantoran Kecamatan Kayoa Barat. Untuk itu, penulis menilai kepala Desa Busua tidak paham betul fungsi dan perannya sebagai pemimpin desa, padahal menurut Saparin (dalam Hanif Nurcholis, 2011:9), mengatakan bahwa kepala desa adalah penguasa tunggal di dalam pemerintahan desa, bersama-sama dengan pembantunya dan ia merupakan pamong desa dalam pelaksanaan penyelenggaraan urusan rumah tangga desa. Di samping itu, ia menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan. Dalam hal ini kades Busua seakan-akan abai terhadap urusan rumah tangga desa dan tidak menyelenggarakan pemerintahan dengan baik.
Kades Busua sendiri melakukan pelanggaran dan kurangnya transparansi perihal pengelolaan dana desa, padahal transparansi dana desa sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 28 F, UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik dan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 82 dan 86 tentang desa. Tidak keterbukaan inilah yang menyebabkan penyalahgunaan dana desa pada tahun 2023-2024, sehingga menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepala desa dan staf pemerintahannya. Jika hal ini dibiarkan terus menerus terjadi maka korupsi di tingkat desa akan terus terjadi hingga dampaknya kepada masyarakat.
Adapun dugaan kasus VCS yang dilakukan oleh kades Busua yang telah beredar luas di media sosial, hal inilah yang menjadi kegagalan seorang pemimpin, yang telah merusak moral dan memicu kemarahan masyarakat Busua yang meminta agar kades Busua segara diberhentikan atau mengundurkan diri dari jabatannya, karena masyarakat menilai kasus kades Busua adalah sebuah kegagalan seorang pemimpin, karena seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik bagi rakyatnya, hal ini yang tidak ada dalam diri kades Busua. Padahal VCS sudah dilarang dalam Islam seperti yang ditegaskan dalam kitab, Is’ adur Rafik: Juga diharamkan bersenang-senang (onani) dengan tangan selain perempuan halalnya, seperti dengan tangannya sendiri atau orang lain (yang tidak halal). Di hadist disebutkan “Allah melaknat orang yang menikahi tangannya” (Muhammad bin Salim Babashil, Is’adur Rafiq, juz II, halaman 109).
Sampai saat ini masyarakat desa Busua masih terus mendesak kepada pemerintah daerah agar lebih jeli dalam melihat kasus kades Busua tersebut. Penulis sendiri menilai Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang mempunyai legalitas sebagai pembina kepala desa, cenderung berpihak kepada kades Busua. Hal ini dibuktikan dengan sikap diam dan terlihat abai terhadap kasus pelanggaran moral yang dilakukan oleh kades Busua. Hal inilah yang membuat kepercayaan masyarakat hilang terhadap DPMD dan Pemerintah Daerah sekalipun. Melalui kasus kades Busua inilah yang menjadi cerminan bahwa pemerintah daerah telah gagal menjalani tugas dan fungsi seperti yang tertuang dalam “pasal 14 undang-undang nomor 23 tahun 2014 sebagaimana telah di amandemenkan dengan undang-undang nomor 12 tahun 2008 tentang pemerintah daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota”.
Untuk itu, masyarakat Desa Busua yang diwakili oleh Ikatan Pelajar Mahasiswa Busua (IPMB) akan terus bersuara dan terus menagih janji Bupati halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba dan Kabid DPMD yang katanya berkomitmen untuk menindak tegas kasus kades Busua tersebut. Agar terciptanya pemerintahan yang adil dan tidak lagi korupsi.
Sebab desa adalah fondasi negara, jika desa rusak dan tidak berkembang karena korupsi, maka bangunan bangsa ini pun ikut rapuh. (*)












