Opini  

Civil Society dan Krisis Ekonomi di Tengah Pandemi Covid -19

Sriwahyuni Tamrin
(Wakil Sekretaris Bidang Pemberdayaan Perempuan KNPI Maluku Utara)

Kita telah memasuki hari ke 14 bulan suci Ramadhan, bulan yang selalu menjadi pengampunan bagi seluruh umat muslim di dunia, juga Indonesia tanpa terkecuali. Bulan yang paling istimewa yang kepadanya segala permohonan ampunan dapat dikabulkan jika dilakukan dengan sungguh-sugguh, ikhlas dan penuh rasa ketaqwaan. Sebagai seorang muslim, tentunya sebuah kebahagiaan dapat menjalankan ibadah di bulan suci ramadhan, sebab selain satu tahun sekali baru berjumpa, banyak amalan dan ritual-ritual di masing-masing daerah yang selalu dilakukan dalam rangka menjemput dan menjalankan segala bentuk ibadah sesuai perintah Allah Subhanahu Wata’ala, yakni diantaranya berpuasa wajib dan shalat tarawih. Dan ini dilaksanakan selama sebulan penuh. Selain ibadah wajib yang dikerjakan, ada juga banyak ritual atau kebiasaan yang dilakukan oleh umat muslim seperti kegiatan gotong royong membesihkan masjid dan lingkungan di sekitar, membuat kegiatan-kegiatan berbaur islami, berburu takzil serta begitu banyak agenda dalam rangka membangun dan merajut silaturahim sebagai bentuk penyucian diri agar kembali fitri di bulan nan suci ini. Namun, kali ini semuanya nampak berbeda sejak pemerintah pusat melakukan pemberlakukan social distancing dan physical distancing karena munculnya wabah virus corona ata covid-19 di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19, pada 26 Maret 2020. Salah satu penyebab virus corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena Indonesia merupakan negara dengan Sektor pariwisata yang cukup tinggi. Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia, selain itu juga memiliki kontribusi devisa terbesar kedua di Indonesia setelah devisa hasil ekspor Kelapa Sawit. Belum lagi banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masih dibebaskan masuk. Pemberlakukan Social Distancing ( Jaga Jarak Sosial) dan Physical Ditancing (Jaga jarak Fisik) oleh pemerintah baik dari pusat sampai ke daerah mengakibatkan terjadinya problem sebab masyarakat belum siap secara psikologi menerima kenyataan ini. Seperti bekerja dari rumah saja, menyanggupi kebutuhan anak-anak yang harus belajar secara online dari rumah, belum lagi persoalan pemenuhan kebutuhan perekonomian keluarga. Tentunya hal ini menyebabkan terjadinya banyak kegaduhan, baik secara ekonomi, pendidikan, politik dan kesehatan serta masih banyak lagi.

Walau mau atau tidak mau, masyarakat harus siap untuk mengikuti segala instruksi dari pemerintah selaku pengambil kebijakan tertinggi serta pihak keamanan dalam hal ini TNI dan aparat Kepolisian. Menghadapi penyebaran pandemi Covid -19, Maluku Utara hingga saat ini, sudah tercatat mengalami pelonjakan pasien. Walaupun belum ada yang meninggal karena pandemi ini akan tetapi data dari informasi laman resmi Maluku Utara Tanggap Covid-19 (corona.malutprov.go.id) bahwa Orang Tanpa Gejala (OTP), Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Padahal sudah lama diberlakukan Social Distancing dan Physical Distancing. Bahkan karena semakin tinggi kasus pandemi ini, maka kebijakan Lock Down akhirnya dilakukan oleh pemerintah daerah setelah rapat bersama Gubernur dan para kepala daerah se-kabupaten/kota. Walau bagi banyak kalangan, ini adalah keputusan yang lambat untuk diambil. Untuk itulah, sehingga masyarakat akan semakin gundah karena pemberlakukan ini semakin menutup akses bagi para pekerja di luar rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga di saat bulan suci Ramadhan.

Kegelisahan dan keresahan masyarakat, terutama para ibu-ibu rumah tangga semakin tak terelakan, saat kebutuhan sembako yang mulai habis, berjualan dan berdagang yang dibatasi di tengah kerumunan warga dan pembeli, belum lagi aktifitas yang mengharuskan masyarakat harus tetap keluar hanya untuk memenuhi kebutuhan isi perut, belum lagi harga-harga sembako yang mulai naik karena permintaan konsumen yang semakin tinggi. Kita tau betul bahwa beban yang dialami masyarakat kita seperti nelayan, petani, pembantu rumah tangga, buruh, karyawan lepas, pedagang, penyedia jasa seperti tukang ojeg dan supir angkot sangat bergantung pada penghasilan mereka, sebab itu adalah penghasilan utama dalam pemenuhan kebutuhan secara ekonomi baik sandang maupun pangan. Jika, kebutuhan-kebutuhan mereka tidak terpenuhi, maka bukan saja sakit yang dirasakan, bahkan pasti terjadi kesenjangan sosial yang cukup tinggi di tengah masyarakat. Apalagi, dalam bulan suci ramdahan pemenuhan kebutuhan jauh lebih tinggi dari bulan-bulan biasanya. Sehingga itu, perlu ada kebijakan yang adil dan merata yang perlu dilakukan oleh pemerintah provinsi juga kabupaten/kota untuk bisa mengatasi masalah ini. Kasus aksi protes yang dilakukan oleh ibu-ibu pedagang di pasar adalah bentuk nyata dari masalah Civil Society (Masyarakat Sipil) di tengah wabah pandemi Covid-19. Jika Pemerintah baik eksekutif dan legislatif tidak tanggap memahami ini dengan cermat dan cepat. Padahal, kita tau betul bahwa anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah provinsi dalam penanganan pandemi covid -19 mencapai lebih kurang sebanyak puluhan bahkan sampai rautasan miliar rupiah. Walau hingga kini masih mengalami banyak pertanyaan terkait rincian anggaran tersebut dan peruntukannya oleh berbagai kalangan termasuk lembaga legislatif, tapi kita berharap agar pemerintah tidak hanya fokus pada orang-orang yang tedampak atau terpapar pandemi saja, tapi juga kepada masyarakat yang kekurangan secara aspek kebutuhan ekonomi. Mereka harus diperhatikan, lebih-lebih pembelakauan jaga jarak dan hindari kerumunan membuat mereka sulit mendapatkan penghasilan pokok maupun tambahan. Masyarakat kita yang tidak mampu harus di data di setiap wilayah tempat mereka tinggal, paling tidak dalam rangka menjaga stabilitas kehidupan mereka, memenuhi kebutuhan dasar pokoknya dan diberikan informasi berupa sosialisasi agar bisa dipahami dengan baik.

Penanganan pandemi Covid -19 adalah fokus kerja dalam rangka mencegah dan melindungi masyarakat kita, akan tetapi jika kebutuhan secara ekonomi di dalam keluarga tidak terpenuhi dengan baik, maka perintah membatasi diri keluar rumah serta tidak beraktifitas di tengah kerumunan akan terus dilanggar. Sehingga itu, dibutuhkan kebijaksanaan dan kepekaan sosial yang tinggi oleh pemerintah dalam menyikapi masalah sosial ini. Memang tidak sulit tapi juga tidak gampang jika disepelekan, sebab akan dapat memunculkan konflik sosial yang berkelanjutan.

Semoga kita tetap bersabar menghadapi Pandemi Covid -19, dan tidak mengurangi nilai serta semangat beribadah yang kita lakukan di dalam bulan suci ramadhan ini. Sebab “Sesungguhnya hanya orang-orang sabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Q.S Az-Zumar, ayat 10). Aamiin..