PENAMALUT.COM, JAILOLO – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) oleh DPRD Kabupaten Halmahera Barat terbilang cukup cepat.
Bagaimana tidak, draf Ranperda tersebut diserahkan oleh Pemkab Halbar pada Kamis 10 Juni lalu, kurang lebih satu minggu kemudian disahkan menjadi peraturan daerah (Perda) tepat pada Jumat (18/6) malam.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bapemperda Asdian Taluke menyampaikan bahwa draf Ranperda itu diserahkan pada Kamis 10 Juni sekira pukul 11.00 WIT pagi, dan siangnya sekira pukul 14.00 WIT langsung dibahas.
Anehnya, pembahasan Ranperda yang seharusnya diserahkan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), justru diambil alih pimpinan DPRD dan dibahas di lintas komisi. Bahkan Bapemperda tidak diberikan kewenangan untuk membahasnya.
Hal ini membuat Ketua dan Anggota Bapemperda kecewa. Bapemperda yang beranggotakan 7 orang ini lantas memilih tidak mengikuti pembahasan di tingkat komisi yang dilakukan sebanyak tiga kali itu.
Perseteruan antara Bapemperda dan pimpinan DPRD pun berlanjut. Mereka kemudian saling tuding menuding. Bapemeprda menuding pimpinan DPRD tidak memahami aturan tata tertib DPRD. Namun pimpinan DPRD menganggap Bapemperda salah paham.
Barulah pada Kamis (17/6) kemarin, Ketua DPRD Charles R. Gustam memanggil Ketua dan Anggota Bapemperda untul melakukan pertemuan dengan pimpinan DPRD di ruang kerjanya. Pertemuan itu dihadiri Ketua DPRD Charles R. Gustan, Wakil Ketua I Robinson Missy, Wakil Ketua II Riswan Hi. Kadam, Ketua Bapemperda Tamin Ilan Abanun, Wakil Ketua Bapemperda Asdian Taluke, dan anggota Bapemperda Albert Hama.
Ketua Bapemperda, Tamin Ilan Abanun, usai rapat tersebut menyampaikan bahwa perseteruan antara pimpinan DPRD dan Bapemperda hanyalah miskomunikasi.
Pertemuan tersebut disinyalir adanya kesepakatan untuk mengesahkan Ranperda perampingan OPD itu. Dugaan itu benar, pada Jumat malam tadi langsung digelar rapat paripurna pengambilan keputusan pengesahan Ranperda.
Tamin Ilan Abanun ditemui usai menghadiri rapat paripurna pengambilan keputusan itu mengatakan bahwa sebelum paripurna Jumat malam, sorenya dilakukan rapat antara pimpinan dan gabungan komisi bersama Pemkab Halbar.
Tidak diketahui pasti seperti apa pembahasan dalam rapat itu. Pasalnya, dirinya dan anggota Bapemperda tidak hadir dalam rapat tersebut.
“Jadi yang ikuti rapat pembahasan itu komisi, maka laporan pada paripurna ialah laporan gabungan komisi. Setelah laporan gabungan komisi dibaca, maka sampailah pada tahap pengambilan keputusan tadi,” jelas Ketua Fraksi Hanura ini.
Alasan Bapemperda tidak hadir dalam rapat pembahasan itu dikarenakan dari awal pihaknya tidak dilibatkan pembahasan, nanti sampai pada penghujung pembahasan barulah pihaknya dipanggil.
“Itu percuma saja. Pembahasan sudah diambil alih pimpinan DPRD dan dibahas bersama gabungan komisi, sudah bukan Bapemperda lagi. Jadi kami Bapemperda berpikir biar dikembalikan ke pimpinan saja, karena UU juga mengiyakan. Untuk kwalitas Perda itu kami tidak tahu, nanti mereka sama tim asistensi saja,” tukasnya.
Dia bahkan membantah kecurigaan publik terhadap Bapemperda yang diduga masuk angin.
“Jika ada yang menilai bahwa Bapemperda masuk angin, itu tidak betul. Bapemperda tidak masuk angin dalam hal apapun,” bantahnya.
Tamin juga mengaku bahwa pembahasan Ranperda OPD itu sudah tuntas, karena telah diparipurnakan. Sekarang sudah masuk pada pembahasan tingkat dua pada pengambilan keputusan yang berisikan laporan komisi atau gabungan.
Sementara itu anggota Bapemperda, Fandi Ibrahim, mengatakan ada dua sumber pengusulan Ranperda. Ada usulan dari pemerintah daerah, dan ada juga inisiatif DPRD.
Jika Ranperda inisiatif DPRD, kata dia, kerjanya lebih besar ke Bapemperda. Karena ada poin yang menjelaskan Bapemperda membahas Ranperda tersebut. Namun apabila Ranperda yang diusulkan pemerintah daerah, maka peran Bapemperda tidak terlalu signifikan didalam pembahasan, itu sesuai tata tertib DPRD.
Menurut Fandi, ini bukan lagi soal miskomunikasi antara Bapemperda maupun pimpinan DPRD, akan tetapi ini dinamakan misunderstanding atau kesalahan pemahaman.
Dalam pasal Tatib poin A disebutkan bahwa Bapemperda melakukan penyusunan program pembentukan Ranperda. Poin B, Bapemperda melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan. C, Bapemperda melakukan pembahasan Ranperda, baik Perda yang bersumber dari pemerintah daerah maupun dari DPRD.
“Pada poin A dan B, itu berlaku manakala sumber Ranperda usulan dari DPRD. Namun harus diingat, ada poin C disitu,” tuturnya.
Sebenarnya, lanjut dia, poin C itu harus jalan. Akan tetapi Bapemperda tidak diberikan ruang. Setelah pembahasan lintas komisi pada pasal 54 poin B, itu menjelaskan bahwa komisi melakukan pembahasan atas Ranperda jika Ranperdanya bersumber dari pemerintah daerah, namun di pasal berikut turunannya menjelaskan hal yang sama.
“Jadi komisi dan Bapemperda itu berbeda secara terminologi, karena sama-sama alat kelengkapan dewan (AKD) yang bersifat tetap,” tandasnya.
Dikatakannya, dari efektivitas waktu dan asumsi yang dipakai unsur pimpinan bahwa keterlibatan Bapemperda sudah terwakili dalam lintas komisi. Ini artinya pimpinan DPRD mengabaikan pasal 54 poin C.
Silahkan dilakukan pembahasan lintas komisi, namun jika sudah selesai, maka harus ada ruang khusus yang diberikan ke Bapemperda, karena itu isyarat Tatib.
“Ini yang harus dimengerti pimpinan DPRD. Ada ruang khusus yang diberikan ke komisi, maka harus juga ada juga khusus diberikan ke Bapemperda,” katanya.
“Tidak bisa digeneralkan secara yuridis bahwa alat kelengkapan dalam hal ini komisi adalah Bapemperda, itu tidak bisa. Karena tupoksi masing-masing itu jelas berbeda dalam Tatib,” pungkasnya. (yadi/red)
Have you ever considered writing an e-book or guest authoring on other websites?
I have a blog centered on the same topics you discuss and would
love to have you share some stories/information. I know my visitors would appreciate your work.
If you are even remotely interested, feel free to send me an e mail.