Oleh: Muhlis Ibrahim (Koordinator KATAM Maluku Utara)
JELANG magrib, kepulan asap hitam mewarnai langit Kota Weda. Sebuah ledakan pada satu dari dua puluh tungku berteknologi RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace) PT IWIP. Korban jiwa berjatuhan karna terpanggang api. Nasib nahas kembali melanda para tenaga kerja. PT IWIP didera musibah. Saya turut berduka cita.
Begitu banyak video dan foto kebakaran bersileweran di jejaring percakapan dan media sosial memperlihatkan kondisi para korban kebakaran. Hingga sampai detik ini, apa yang menjadi pemicu kebakaran tungku smelter belum terungkap secara jelas dan terang. Apakah karena kelebihan beban bahan pembakaran, atau mesin dan teknologi yang digunakan adalah mesin bekas yang dimodifikasi kembali sehingga rentan terhadap kerusakan?
Indonesia Weda Bay Industrial Park (PT IWIP) memiliki 20 tungku yang berteknologi RKEF yang memiliki kapasitas produksi 240.000 ton feronikel. Dengan nilai ekspor mencapai sekitar 4 miliar dolar AS.
Perusahan yang sedang membangun mega proyek industri di Kabupaten Halmahera Tengah ini adalah hasil patungan dari tiga investor Tiongkok. Yaitu Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi. Investasi yang menelan biaya kurang lebih 10 ribu US$ atau jika dirupiahkan senilai 144 triliun ini, merupakan salah satu proyek strategis nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
PT IWIP yang sedang membangun kawasan industri terpadu resmi berdiri pada tanggal 30 Agustus 2018. Kini telah memiliki 20 lini produksi dari 24 lini produksi yang ditargetkan. Sebagai salah satu industri terbesar di Maluku Utara, PT IWIP hingga kini telah menyerap ribuan tenaga kerja. Baik lokal maupun tenaga kerja asing, guna menunjang kegiatan produksi IWIP yang akan memasok kebutuhan batrei listrik di China.
Sejak Nikel menjadi primadona dalam dunia industri āthe mother of industryā, PT IWIP terkesan sangat tergesa-gesa dalam melakukan eksploitasi. Hasrat dan ambisi dalam penguasaan sumber daya mineral, dapat tercermin dalam rilis tertulis Direktur External Relation PT IWIP, Scott Ye, yang dikutip cermat, Rabu (16/6/2021).
Ia mengatakan, di kawasan IWIP saat ini sudah memulai pembangunan pabrik pembuatan bahan mentah baterai kendaraan listrik sebagai tahap pertama proses perkembangan produsen baterai kendaraan listrik di Indonesia. Selanjutnya, ia memperkirakan dalam waktu dua tahun pabrik pembuatan bahan mentah baterai tersebut akan selesai.
Hal ini, kemudian memicu berbagai permasalahan. Mulai dari persoalan ekologi (limbah B3), tenaga kerja, hingga kecelakaan kerja (K3).
Investasi asing, sehebat apapun, selalu saja memunculkan dua sisi mata uang. Dia membawa modal, investasi, menghidupkan ekonomi lokal, dan menyerap tenagak kerja, tapi pada sisi lain juga menyisakan setumpuk persoalan serius. Kasus kecelakaan kerja yang menimpa buruh hanya salah satunya. Masalah lainnya juga adalah kasus lingkungan. Entah besok apa lagi.
Untuk itu, penting kiranya bagi pemerintah untuk tegas dan fokus dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku korporasi PMDN atau PMA, harus diutus tuntas. Kejahatan tetaplah kejahatan. Jangan karena PMA, lalu IWIP dan gengnya diberi “karpet merah” dan “status khusus” dalam soal penegakan hukum. (*)
whoah this blog is fantastic i like reading your articles.
Stay up the good work! You already know, lots of people
are looking around for this information, you could help them greatly.
relaxing jazz
Thanks a bunch for sharing this with all folks you really recognise what you are speaking approximately!
Bookmarked. Please also consult with my web site =).
We will have a hyperlink alternate agreement between us