Zainudin Sebut Pemaketan Kapal Nautika dan Alat Simulatori Dilakukan Imran Yakub

Suasana sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan Kapal Nautika dan Alat Simulator. (Aksal/NMG)

PENAMALUT.COM, TERNATE – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan Kapal Nautika dan Alat Simulator kembali digelar di Pengadilan Negeri Ternate, Senin (17/1) kemarin.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dan terdakwa itu dipimpin Ketua Mejis Hakim, Achmad Ukayat, didampingi dua hakim anggotanya, Khadijah Amalzain Rumalean dan Aminul Rahman itu dimulai pada pukul 14.50 sampai 18.30 WIT, kemudian diskorsing dan dilanjutkan kembali pada pukul 19.30 sampai 21.27 WIT malam tadi.

Pada kesempatan itu, terdakwa Imran Yakub, mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Maluku Utara yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan terdakwa Zainuddin Hamisi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dimintai keterangan atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) paket pengadaan Kapal Nautika penangkap ikan dan Alat Simulator.

Pada kesempatan itu, Zainuddin Hamisi selaku PPK lebih dulu dimintai keterangan sebagai saksi sekaligus sebagai terdakwa.

Zainudin menegaskan bahwa tidak semua keterangan yang ada pada berita acara pemeriksaan (BAP) itu benar. Ia selaku saksi dan terdakwa atas kasus korupsi pengadaan Kapal Nautika dan Alat Simulator tahun 2019 yang pada saat itu menjabat sebagai PPK, menerangkan bahwa untuk paket tersebut dimenangkan oleh PT. Tamalanrea Karsatama dalam proses lelang yang dilakukan pada bulan Mei 2019. Pada saat itu Kadisnya adalah Imran Yakub yang juga selaku KPA.

“Kalau untuk paket dipaketkan menjadi satu, itu Kadis yang lakukan. Karena pemaketan paket itu diambil dari Kadis/KPA. Untuk spesifikasi saya bukan ahlinya, tapi saat itu minta bantu ke Pokja I ULP Malut. Saya minta bantu ke Reza selaku Ketua Pokja melalui via telepon,” ujarnya.

Lanjutnya, setelah meminta bantu ke Pokja, kemudian dikirim via WhatshApp. Awalnya, paket Kapal Nautika dan Alat Simulator ini satu, hanya saja pada saat dilakukan permintaan pencairan tahap pertama 20 persen, tidak bisa diakomodir di bagian keuangan, karena paket tersebut berbeda mata anggaran. Sehingga di bagian keuangan minta dipisahkan, maka kontrak diubah.

Untuk harga perkiraan sendiri (HPS) paket ini juga diadopsi, bahkan semua persyaratan telah siap dilakukan tayang di LPSE. Selanjutnya dilakukan proses lelang dan dilakukan penetapan pemenang dan saat itu ada sanggahan. Nilai HPS untuk paket ini sebesar 7,8 miliar sekian, dan PPK hanya menetapkan, bukan membuat/menyusun HPS.

“Paket ini tidak ada tim teknis, karena tidak mempunyai biaya. Saat ditunjuk sebagai PPK, DIPA juga saya tidak pegang, lalu bagaimana dengan rinciannya. Bahkan tandatangan kontrak saat itu lebih dulu dilakukan oleh terdakwa Ibrahim Ruray, setelah itu baru PPK. Tanda tangan kontrak itu dilakukan di kantor, tapi Ibrahim tidak tahu pada saat tandatangan kontraknya,” katanya.

Menurut Zainudin, untuk proyek ini dilakukan pendampingan oleh
Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejati Malut. Karena sebelum proses tender dilakukan, lebih dulu presentasi di Kejati oleh tim kecil yang dibentuk dan itu hampir semua paket, bukan hanya Kapal Nautika dan Alat Simulator.

Tim kecil itu diketuai oleh I Gede Putu Astawa yang diketahui sebagai Asisten Intelijen (Asintel) saat itu dan saat ini telah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng di Singaraja, Kejati Bali. Saat itu dilakukan presentasi bersama terdakwa Imran Yakub.

Sementara terdakwa Imran Yakub dalam persidangan itu mengatakan, dirinya diangkat sebagai kepala dinas sejak tahun 2012-2014 setelah itu diberhentikan, kemudian diangkat lagi sebagai Kadis pada tahun 2016-2019 dan diberhentikan pada bulan Juli 2019 lalu.

Ia bilang, paket ini ada sekitar 4 sekolah sebagai penerima dan anggarannya sekitar 7 miliar lebih. DIPA diterima pada Januari 2019 dan pada bulan Juli dilakukan proses tender. Pada saat proses tender ia mengaku sudah diganti dari Kadis.

Ia juga mengungkapkan, sebelum paket ini dilakukan tender, salah satu jaksa atas nama Ikram di Kejati Malut saat itu menghubungkan dengan Astawa meminta untuk mempresentasikan di Kejati. Pada bulan Mei itu mereka meminta untuk pendampingan, dan tim itu diketuai oleh Astawa (sekarang mantan Asintel).

“Saat itu saya mengajak PPK makan di suatu tempat dan menyampaikan paket tersebut sudah bisa dilakukan tender. Akhirnya PPK sampaikan ke saya, bawah paket sudah bisa ditender. Kemudian penetapan pemenang saya tidak tahu,” ucapnya.

Sidang dilanjutkan pada Selasa (18/1) hari ini dengan agenda pemeriksaan saksi terdakwa Ibrahim Ruray dan Reza. (gon/ask)

Respon (14)

  1. Ping-balik: Sofwave
  2. Ping-balik: cactus labs
  3. I am so happy to read this. This is the kind of manual that needs to be given and not the accidental misinformation that’s at the other blogs. Appreciate your sharing this best doc.

  4. Ping-balik: buy LSD online
  5. Ping-balik: ks pod
  6. Ping-balik: stapelstein
  7. Ping-balik: nembutal suomi
  8. Nice post. I was checking continuously this blog and I am impressed! Very useful information specially the remaining part 🙂 I maintain such information a lot. I was looking for this certain info for a very long time. Thanks and best of luck.

Komentar ditutup.