PENAMALUT.COM, TERNATE – Pada Sabtu (20/8) malam lalu, bertempat di destinasi wisata pantai Masirete Kelurahan Sulamadaha, Kecamatan Ternate Barat, digelar kegiatan Literasi Digital Camp dan anniversary RX King Bikers Community ke-4 tahun.
Kegiatan ini merupakan bentuk kampanye literasi digital yang diprakasai management project Literasi Digital (makin cakap digital) Provinsi Maluku Utara dengan komunitas motor RX King Ternate. Kegiatan ini dibuka langsung oleh kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Ternate, Sutopo Abdullah, M.Si yang dilanjutkan dengan pengenalan program literasi digital Provinsi Maluku Utara oleh Manager Project Thamrin Ali Ibrahim.
Tak kalah menariknya adalah pada kesempatan ini juga, Rinto Taib selaku Manager Humas dan Edukasi Literasi Digital Maluku Utara menyampaikan orasi literasi kebudayaan bertajuk “Jejak dan Warisan Alfred Russel Wallace di Ternate”.
Mengawali orasinya Rinto mengatakan, bahwa adapun alasan bagi komunitas motor untuk mengetahui tentang Alfred Russel Wallace adalah untuk dapat menginspirasi dan memotivasi para anggota komunitas untuk belajar dan menuliskan apa saja yang ditemui dari pengalaman petualangan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sang naturalis Inggris ketika melanglang buana mengeksplorasi kepulauan nusantara di masa lalu.
Jejak dan warisan inilah yang dapat diwarisi oleh anggota komunitas motor yang juga memiliki kesamaan dalam hal dunia petualangan atau penjelajahan. Terlebih saat ini sudah hidup ditengah kemajuan teknologi informasi maupun transformasi digital yang terus menggeliat.
“Jika kita mengamati berbagai berita digital tentang Wallace di Ternate, maka disana dapat kita jumpai berbagai penulisan jurnalistik yang berkaitan dengan Jejak rumah Wallace di Ternate. Dari rumah inilah Wallace mengirim surat dari Ternate dan ditujukan kepada Charles Darwin, pada Maret 1858, hingga dalam perkembangannya Charles Darwin berhasil menguraikan Teori Evolusi-nya,” tutur Rinto.
Lanjut Rinto bahwa para sejarawan, akademisi, dan penggemar Wallace telah berusaha menemukan lokasi rumah Wallace sejak bertahun-tahun lamanya, namun hingga tahun 2019 upaya terus dilakukan dalam pencarian rumah Wallace dan semakin menjadi misterius karena terdapat perbedaan tentang hal tersebut. Meskipun demikian, Wallace memberikan petunjuk menggiurkan tentang lokasi rumahnya dalam bukunya, The Malay Archipelago (1869). Dua petunjuk paling penting adalah bahwa rumah itu memiliki “sumur dalam (yang) memberi saya persediaan air dingin murni” dan bahwa “bentengnya berada tepat di bawah rumah saya”.
Menurut Rinto, bahwa berdasarkan petunjuk Wallace inilah maka dirinya bersama beberapa peneliti dari berbagai negara terus melakukan penelitian dan saat ini telah dibukukan sebagai sebuah karya akademis yang berjudul: “The quest for the Legendary House of Alfred Russel Wallace in Ternate”.
Buku yang ditulis Rinto bersama Nicholas Hughes tersebut juga direncanakan akan dilaunching pada September mendatang di Taman Film Benteng Oranje Ternate. Buku tersebut pula akan dibedah pada awal Oktober mendatang dengan menghadirkan Dr George Beccaloni, seorang sejarawan dan zoologis yang saat ini selaku founder dari Wallace Memorial Fund serta direktur dari Wallace Correspondence Project.
Thamrin Ali Ibrahim selaku project manager dalam sambutannya pada acara malam itu menyambut baik dan mendukung penuh beserta manajemen timnya untuk menyukseskan rencana bedah buku pada Oktober mendatang. Menurut Thamrin yang juga seorang akademisi dan aktivis isu ekologi dan konservasi ini mengatakan, bahwa hal terpenting dari selain lokasi rumah AR. Wallace selama di Ternate sesungguhnya adalah warisan keilmuannya untuk memecahkan berbagai persoalan atau isu tentang konservasi ekologi (lingkungan hidup) masa kini yang telah tergolong mengalami krisis ekologi global., sehingga sangatlah diperlukan berbagai kerja penelitian ilmiah dan mempublikasikannya kepada khalayak umum.
Krisis ekologi yang dimaksud Thamrin tersebut, mencakup ekosistem alam secara keseluruhan baik daratan maupun lautan (marine and coral). Lebih lanjut menurut Thamrin, bahwa membaca potensi corak Kota Ternate saat ini, bisa berisiko mengalami krisis ekologi (lingkungan) sehingga perlu dilakukan upaya konservasi (pelestarian) yang mencakup aspek perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam kawasan (lanscape) secara menyeluruh.
Lebih lanjut menurut Thamrin, bahwa diperlukan adanya infrastruktur penunjang sebagai langkah adaptif dan solutif yang berkontribusi bagi upaya konservasi ekologis maupun berdampak ekonomi maupun melestarikan kebudayaan masyarakat lokal seperti diperlukan adanya Observatorium dalam kerangka pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas tanpa mengabaikan prinsip-pronsip dan kaidah konservasi.
“Riset Keilmuan merupakan hal mutlak dilakukan dalam kerangka untuk mengembangkan Warisan Keilmuan seorang AR. Wallace di Ternate bagi kepentingan ilmu pengetahuan serta berdampak secara ekonomis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutup Thamrin.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Ternate, Sutopo Abdullah mengapresiasi gagasan manajemen project Literasi Digital Maluku Utara untuk membahas tentang Jejak dan Warisan AR Wallace di Ternate, karena baginya kebudayaan tak sekadar warisan melainkan pula sebagai elemen dasar masa depan, terlebih soal Warisan Budaya dan Jejak Wallace yang semakin diperbincangkan baik ditingkat nasional maupun internasional beberapa waktu belakangan ini.
Menurut Sutopo, bahwa pihak komunitas pemuda tentu dapat mengambil peran dalam isu tentang Wallace ini melalui berbagai cara antara lain melakukan riset bagi pemenuhan kebutuhan data dan informasi serta publikasi hasil observasi dan riset pengetahuan sebagai wujud mengembangkan warisan keilmuan dari seorang AR. Wallace. (tan)