PENAMALUT.COM, TERNATE – Kebijakan Dinas Perhubungan Kota Ternate melakukan penagihan retribusi pas masuk di kawasan Zona Ekonomi Terpadu (ZET) merupakan tindakan pungutan liar atau melanggar hukum.
Pasalnya, dalam peraturan Daerah (Perda) Kota Ternate tidak satupun mengatur mengenai penagihan retribusi pas masuk di kawasan tersebut.
Ini disampaikan akademisi Muhammad Thabrani. Menurut dia, tidak ada Perda yang mengatur penagihan retribusi di tengah jalan raya, yang ada hanyalah Peraturan Wali Kota Ternate Nomor 23 Tahun 2018 tentang Penataan Zona Industri Kecil dan Menengah Kepariwisataan, dan itu tidak ada hubungannya dengan tindakan yang dilakukan pihak Dishub.
“Maka dari itu, tindakan Dishub ini merupakan tindakan ilegal atau melanggar hukum,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (8/6).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun (Unkhair) ini menyebut jika merujuk Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum, maka yang dimaksud obyek retribusi adalah pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan pemerintah daerah.
Sementara subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan ditepi jalan umum.
Adapun prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperlancar lalulintas dan mengurangi tingkat gangguan kepentingan umum (vide Pasal 3 Perda 13/2011). Dengan struktur itu, yang dimaksud dengan Parkir adalah tidak bergerak suatu kendaraan bermotor/tidak bermotor yang bersifat sementara.
Sedangkan tempat khusus parkir adalah tempat yang secara khusus disediakan, dimiliki atau dikelola oleh pemerintah daerah yang meliputi pelataran/lingkungan parkir, taman parkir dan gedung parkir tidak termasuk yang disediakan atau yang dikelola oleh pihak swasta (vide Pasal 1 angka 10 dan 11 Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 20 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir.
“Makanya retribusi parkir hanya
bisa dikenakan kepada pengendara kendaraan bermotor apabila kendaraannya terparkir di tempat khusus parkir atau di tepi jalan umum. Sehingga pihak Dishub tidak berwenang untuk menagih retribusi kepada setiap pengendara kendaraan bermotor yang hanya sekedar lewat dan tidak parkir di tepi jalan tersebut,” terangnya.
Disamping itu juga, Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 20 tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir juga tidak terdapat satupun ketentuan pasal tentang legalitas penarikan retribusi di kawasan ZET.
Dengan demikian, dapat disimpulkan secara gamblang Pemerintah Kota Ternate in casu Walikota Ternate M. Tauhid Soleman, turut serta secara bersama-sama OPD-nya in casu Kepala Dinas Perhubungan Kota Ternate Mochtar Hasim telah melakukan tindakan melawan hukum pungutan liar tanpa dasar hukum peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bahwa ketentuan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, pada pokoknya menegaskan penyelenggara negara secara turut serta bersama-sama yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, atau membayar
sesuatu dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun atau paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Walikota Ternate M. Tauhid Soleman selaku Penyelenggara Negara turut serta bersama-sama perangkatnya Kepala Dinas Perhubungan Kota Ternate Mochtar Hasim, dapat dijerat melakukan dugaan tindak pidana korupsi “pungutan liar” kepada warga pengendara kendaraan bermotor di Kota Ternate sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
“Untuk ketentuan-ketentuan tersebut, maka kami akan mengambil langkah hukum mengajukan laporan Polisi di Ditreskrimsus Polda Maluku Utara pada hari ini tanggal 8 Juni 2023, jika dalam waktu 1 x 24 jam tidak dihentikan tindakan ini,” tegasnya.
“Kami juga mendesak DPRD Kota Ternate membentuk hak angket mengenai masalah pungutan liar ini untuk ditindaklanjuti, dipertanyakan dan meminta pertanggungjawaban Wali Kota di Kota,” sambungnya.
Pantauan Nuansa Media Grup (NMG) di lapangan, penagihan retribusi ini pada empat lokasi berbeda di kawasan ZET. Pihak Dishub beralasan penagihan itu berdasarkan Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum.
Kadishub Kota Ternate, Mochtar Hasyim mengatakan, untuk mengoptimalkan PAD pada sektor retribusi khususnya tepi jalan umum, maka diberlakukan penarikan retribusi pada jalur-jalur masuk ke pusat perdagangan atau Zona Ekonomi Terpadu (ZET).
Sejumlah titik yang menjadi lokasi penagihan itu di tempatkan petugas di lapangan.
“Ini baru uji coba, sambil melihat capaiannya seperti apa. Setelah itu kita buat penetapan secara permanen dan merevisi Perda itu,” ujarnya.
Mantan Camat Ternate Selatan itu menjelaskan, retribusi bagi kendaraan roda dua sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk roda empat sebesar Rp 2.000. Jika pengguna kendaraan sudah membayar retribusi karcis melewati pos-pos yang dimaksud dan sudah memperoleh karcis, maka karcis tersebut juga berlaku pada tempat parkir tepi jalan umum lainnya.
“Artinya, jika sudah bayar karcis di pintu masuk kawasan ekonomi, maka pengendara tidak perlu lagi bayar retribusi saat parkir di pasar atau di tempat parkir tepi jalan umum lain,” cetusnya.
Ia berharap dengan skema penagihan ini dapat mendongkrak atau memaksimalkan penarikan retribusi di tepi jalan umum sekaligus meningkatkan PAD.
“Jadi, mengantisipasi lost potensi, kita buat penagihan di pintu-pintu masuk itu, sehingga pendapatan khusus untuk retribusi parkir di tepi jalan umum ini bisa tercapai sesuai target,” pungkasnya. (udi/ask)