PENAMALUT.COM, DARUBA – Kepemimpinan mantan bupati Benny Laos dianggap sebagai masa terpuruknya ekonomi Kabupaten Pulau Morotai. Bahkan, saat masa kepemimpinan bupati terkaya di Indonesia ini dinilai seperti masa penjajahan.
Hal itu disampaikan oleh mantan wakil Bupati Morotai, Asrun Padoma, dalam kegiatan silahturrahmi Rusli Sibua dan Rio Christian Pawane dengan masyarakat di Desa Koloray, Kecamatan Morotai Selatan, Selasa (17/9).
“Kita saat ini sebenarnya dijajah, kita dijajah secara ekonomi. Karena itu, penjajahan harus kita hapus di atas dunia, karena memang perintah undang-undang,” kata Asrun dalam orasinya.
“Kalau anak-anak kita atau saudara kita yang ikut dalam barisan itu (Benny Laos), maka mereka adalah bagian dari penjajah. Kalau mereka adalah penjajah, maka dorang tidak boleh hidup di Morotai, karena dorang akan membunuh torang orang Morotai punya masa depan,” sambungnya.
Asrun menerangkan, sebelum kepemimpinan Benny Laos, Morotai begitu makmur karena pertumbuhan ekonomi berjalan stabil. Di mana ASN dan honorer tak dapat lagi dibedakan, karena kesejahteraan yang merata. Petani dan nelayan juga sejahtera, hasil panen dan hasil tangkapan laku terjual. Akan tetapi saat Morotai di bawah kendali Benny Laos, semua berbanding terbalik.
“Dulu anak-anak Morotai yang sekolah di Jakarta dan Jogja itu aman-aman saja. Tetapi sekarang banyak anak-anak Morotai yang berkuliah di Jogja, tapi karena ekonomi sudah tidak mampu dengan kepemimpinan yang zalim, maka kemudian suka atau tidak suka, dorang harus pulang dan selesaikan kuliah di Unipas sini. Beruntung masih ada Unipas di Morotai, yang Unipas itu Rusli Sibua yang mendirikan kampus itu,” terangnya.
Selain itu, Benny Laos juga disebut telah menginjak-injak harga diri warga Morotai dengan menghitung nilai harga diri manusia setara dengan harga seekor sapi. Bahkan hal itu ia sampaikan di hadapan publik.
“Waktu itu banyak yang hadir di situ, karena memang ada banyak pejabat yang dilantik. Dia (Benny Laos) bilang begini, ‘saudara-saudara orang Morotai ngoni bicara soal harga diri, tapi harga diri kalian itu harganya berapa? Harga diri kalian itu tidak lebih mahal dari harga seekor sapi’. Dia yang bilang begitu. Jadi torang punya harga diri ini dia sudah injak-injak,” ujarnya.
Sehingga itu, kata dia, pemimpin yang seperti itu tak boleh lagi diikuti. Makanya Morotai ke depan membutuhkan pemimpin yang mampu melakukan perlawanan terhadap sistem pemerintahan yang menjajah itu. Rusli Sibua dan Rio C Pawane dianggap mampu serta mengokohkan harga diri rakyat Pulau Morotai.
“Jadi kami di sini menyampaikan untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Saya ini mantan wakil bupati, sebetulnya tidak boleh saya bicara seperti ini. Tapi kalau tidak disampaikan, maka saya adalah bagian dari penghianatan terhadap 78 ribu rakyat Morotai,” pungkasnya. (zun/ask)