PENAMALUT.COM, LABUHA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Selatan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama perwakilan PT Intim Mining Sentosa (IMS), Kamis (13/2). Dalam rapat tersebut, anggota dewan mempertanyakan legalitas izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) perusahaan yang beroperasi di Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan tersebut.
Rapat dipimpin ketua DPRD Salma Samad dan didampingi wakil ketua Musli Hi Rakib dan Fadila Mahmud. Setelah mendengar penjelasan perwakilan masyarakat Desa Bobo dan pihak PT IMS yang hadir dalam rapat tersebut, sejumlah wakil rakyat itu langsung menanggapi dengan melontarkan berbagai pertanyaan.
Ketua Komisi III, Safri Talib mempertanyakan status izin eksplorasi dan eksploitasi PT IMS yang telah menjadi polemik bagi masyarakat Bobo. Di mana, menurut dia, izin tersebut dikeluarkan sejak 2011, tetapi masih digunakan tahun 2025 untuk beroperasinya PT IMS.
āDi sini kami butuh penjelasan dari pihak PT IMS, bagaimana prosedurnya izin dikeluarkan tahun 2011, lalu beroperasinya 2025,” tanya dia.
Selain itu, ia juga menyentil terkait dengan dokumen Amdal. Sebab informasinya, kata dia, Amdal yang dipakai oleh PT IMS masih bermasalah.
āSaya juga ingin mengetahui bagaimana dengan Amdal-nya, apakah di saat pihak PT IMS menerbit Amdal sudah melalui mekanisme apa belum? Kemudian proses sosialisasi, pengkajian dan lain sebagainya itu sudah dilakukan? Selanjutnya, bagaimana keterlibatan masyarakat dalam penyusunan Amdal? Urutan ini kan harus dilakukan, masyarakat harus terlibat di dalam pembahasannya,ā tegas Safri.
Di sisi lain, kerusakan lingkungan dan dampak sosial terhadap masyarakat Desa Bobo menjadi perhatian anggota DPRD.
Sementara itu, anggota DPRD Fraksi PDIP Masdar Mansur secara tegas menolak PT IMS beroperasi di Desa Bobo.
āSekali lagi dari semua penjelasan tadi, dan pemahaman saya, secara tegas saya sebagai ketua PDIP Halsel menolak PT IMS,” tegas Masdar.
Sikap yang sama juga disampaikan Haryadi, anggota DPRD dari Fraksi PDIP. Ia bilang, kalau dibuka petanya, semua masyarakat sudah masuk dalam wilayah perizinan pertambangan.
āDari awal masyarakat sudah menolak, artinya kehadiran PT IMS akan menjadi bencana dan malapetaka bagi masyarakat Bobo dan Obi. Jadi poinnya saya menolak dan tidak ingin ada kegiatan pertambangan di sanaā tegasnya.
Ketua Fraksi Golkar, Rustam Ode Nuru pun sejalan dengan masyarakat Bobo dan anggota DPRD. Ia bahkan diminta oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, agar menyelesaikan persoalan dengan pertambangan PT IMS.
āSoal Desa Bobo dan PT IMS, saya juga sudah diperintahkan ketua umum saya. Sehingga dari semua aspek kajian lingkungan dan dampak-dampak lain, bahwa ini tidak bisa dilakukan atau dipaksakan beroperasinya PT IMS,ā jelas dia.
Rustam menyentil perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, yang merupakan contoh daerah terdampak pasca tambang.
āApapun dalilnya, pertambangan itu merupakan ekosistem dan lingkungan. Merampas ruang hidup masyarakat. Saya kira Gebe adalah contohnya,” pungkas Rustam. (rul/tan)