PENAMALUT.COM, TERNATE – Tim penasihat hukum terdakwa Ridwan Arsan selaku eks Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Provinsi Maluku Utara
berpandangan berbeda dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Ketua tim kuasa hukum terdakwa Ridwan Arsan, Iskandar Yoisangadji didampingi anggota tim Muhammad Thabrani dan Taufik Syahri Layn dalam pledoi/pembelaan terdakwa menyatakan, pada sidang sebelumnya Jaksa KPK telah menyampaikan surat tuntutannya (requisitor) No. 61/TUT.01.06/24/07/2024 tanggal 19 juli 2024 yang pada intinya menuntut terdakwa Ridwan Arsan dihukum 5 tahun penjara dan denda 300 juta serta subsidair 6 bulan kurugan, karena menurut pendangan Jaksa KPK terdakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jonto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Atas dasar requisitor jaksa KPK, kami selaku penasihat hukum terdakwa punya pandangan yang berbeda dalam penyampaian nota pembelaan,” katanya dalam sidang lanjutan perkara suap terhadap mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK), Kamis (25/7).
Kuasa hukum Ridwan Arsan berpendapat berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa jika merujuk ajaran tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) dalam hukum pidana, maka perbuatan terdakwa kurang tepat dikualifikasi sebagai turut serta (medepleger) menerima uang suap bersama-sama secara berlanjut, karena peran terdakwa Ridwan arsan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Sebab tidak mangandung unsur kesalahan dalam Pasal 12 huruf a UU PTPK.
Sebab boleh dikata tidak semua aliran uang dari Imran Yakub ke AGK melalui rekening terdakwa, sebagian uang pemberian dari Imran Yakub juga dikirim melalui rekening Faizal H. Samaun dan Abdullah Al Ammari secara langsung ke Zaldy H. Kasuba dan Ramadan Ibrahim.
Semestinya, kata Iskandar, dengan pemberian uang Imran Yakub yang dititipkan melalui terdakwa dan setelah itu terdakwa memberikan kepada Abdul Gani Kasuba alias AGK melalui rekening-rekening Zaldy H. Kasuba dan Ramadan Ibrahim.
“Pemberian tersebut haruslah dipandang sebagai pemberian uang berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU PTPK, bukan sebagai penerimaan uang sebagaimana tuntutan Jaksa KPK dalam Pasal 12 huruf a UU PTPK,” jelasnya.
Selain itu, terdakwa tidak pernah diarahkan secara khusus oleh AGK untuk menampung uang dalam artian menerima uang untuk kepentingan AGK. Jika faktanya seperti itu, maka mestinya terdakwa dituntut sebagai orang yang turut serta bersama Imran Yakub dalam memberikan uang kepada AGK sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (1) UU PTPK.
Terdakwa juga tidak mengetahui sama sekali atau patut menduga kalau niat membantu Gubernur AGK selaku atasan terdakwa membantu mentransfer uang Imran Yakub kepada Gubernur AGK menimbulkan akibat tentang dilantik kembalinya Imran Yakub sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, sebab pejabat pada OPD Provinsi Maluku Utara merupakan kewenangan prerogatif dari Gubernur AGK.
Terdakwa yang hanya sebagai Kepala BPBJ tidak memiliki kualitas maupun kewenangan untuk menilai hal itu, sehingga dengan prasangka baik sebagai bentuk loyalitas bawahan kepada atasan, terdakwa bersedia ketika diminta bantuan.
Peran terdakwa juga dipandang oleh Jaksa KPK sebagai tugas di luar kedinasan. Kalaupun demikian, maka tugas di luar kedinasan secara spesifik harus dipandang sebagai perintah antara atasan (gubernur) kepada terdakwa sebagai bawahan. Sehingga berdasarkan Pasal 51 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa orang yang melaksanakan perintah atasan tidak dapat dipidana.
“Atas dasar itulah, maka sangat besar harapan kami kiranya majelis yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan perkara ini dengan keputusan yang objektif berdasarkan pada bukti-bukti yang sah dan terungkap di persidangan dengan meyakinkan guna tercapainya keadilan dan kebenaran agar memutus kalau terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tuntutan Jaksa KPK,” harapnya.
“Sehingga olehnya itu harus dibebaskan dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat, serta martabatnya dalam keadaan seperti semula,” sambungnya menutup. (gon/ask)