Opini  

SILOLOA (Tradisi Lisan Turun Temurun di Maluku Utara)


Rahmat H Made, S.Psi., M.Sc.
Praktisi Psikologi Indigenous Moloku Kie Raha, Humas Himpunan Psikologi Wilayah Maluku Utara dan Atensi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

TRADISI lisan merupakan tuturan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat, seperti lisan, dongeng, rapalan, pantun, cerita rakyat, atau ekspresi lisan lainnya. Tradisi lisan merupakan suara bagi mereka yang tidak mengenal tulisan. Sebelum manusia mengenal tulisan, tradisi lisan menjadi sumber-sumber pengetahuan di masa lalu. Konteks keberadaan tradisi lisan di Maluku Utara masih tetap mempertahankan jati dirinya, walaupun dari satu masa ke masa berikutnya terjadi proses akulturasi dan enkulturasi.

Tradisi lisan sangatlah melekat pada tiap – tiap daerah di Nusantara secara turun – temurun hingga saat ini. Pada adat Jawa dikenal dengan istilah Kulonuwun dan Nuwun Sewu sebagai suatu adab ketika kita mengunjungi suatu tempat, dimana Kulonuwun diucapkan sebagai salam pembuka saat hendak bertamu di rumah seseorang sedangkan Nuwun Sewu diucapkan sebagai permohonan ijin jika mau lewat , melintas atau mengambil sesuatu didepan orang yang kita hormati atau belum kenal. Pada suku Bugis dikenal dengan “Tabe” yang berarti permisi dan melambangkan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga dengan gerak membungkuk ketika berjalan melewati tempat atau orang yang baru kita datangi. Tradisi lisan tersebut dikenal dengan Istilah “Siloloa” di wilayah Maluku Utara.

Siloloa merupakan salah satu tradisi lisan yang masih bertahan hingga saat ini di wilayah Maluku Utara. Siloloa merupakan salam perkenalan yang dilakukan melalui Siloloa pada upacara-upacara tertentu dapat pula berfungsi sebagai prakata (salam perkenalan, mohon maaf atas kekurangan dalam pelayanan, dalam penyelenggaraan dst). Oleh sebab itu, Siloloa pada dasarnya dapat dimaknai sebagai salam perkenalan atau salam pembuka dalam suatu acara adat maupun ritual tertentu. Sedangkan pada situasi tertentu Siloloa memiliki peran penting hingga di tingkat proses negosiasi maupun rekonsiliasi baik antar sesama manusia maupun non manusia yang diyakini oleh masyarakat Maluku Utara.

Tradisi Siloloa Dalam Upacara Pernikahan

Tradisi Siloloa yang digunakan pada acara pernikahan biasanya dilakukan sebelum masuk pintu rumah calon pengantin wanita, Siloloa ini diucapkan oleh seorang petugas dari iring-iringan calon pengantin pria. Isi Siloloa biasanya “salam perkenalan” penanda wakil orang tua calon pengantin pria. Selanjutnya calon pengantin wanita pun membalasnya dengan Siloloa balas salam. Dalam tradisi suku di Tidore yang dibuka dengan Siloloa ini kemudian akan dilanjutkan dengan ritual selanjutnya para proses pernikahan di Tidore seperti Joko Kaha hingga Ijab Qabul.

Tradisi Siloloa Sebagai Perlindungan Diri

Pada situasi lain, Siloloa memiliki kekuatan penting yang berhubungan dengan perlindungan diri seseorang. Siloloa yang berarti permisi dapat menjadi komunikasi antara manusia dengan makhluk yang bukan manusia (roh para nenek moyang). Praktik Siloloa seharusnya dilakukan ketika berjalan melalui tempat yang angker atau memiliki nilai magis, dengan cara tertentu. Salah satu contohnya saat sedang berkendara kita dapat melakukan Siloloa dengan membunyikan klakson atau mengedipkan lampu kendaraan ketika memasuki area atau tempat yang baru dilalui di wilayah Maluku Utara. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, dengan mempraktikkan Siloloa melalui cara sederhana tersebut maka para penghuni di sekitar tempat yang kita lewati tersebut merasa terhormat dengan kedatangan kita, serta akan membukakan jalan sehingga kita dapat terhindar dari bahaya selama melakukan perjalanan.

Siloloa Sebagai Syarat Permohonan Izin

Dalam praktik budaya lisan pada masyarakat Maluku Utara Siloloa sangat berkaitan erat dengan sebuah permohonan izin untuk menyelenggarakan suatu acara pada tempat – tempat tertentu. Dalam adat di Negeri Moloku Kie Raha, jika kita ingin melangsungkan sebuah acara pada suatu tempat maka kita wajib melakukan Siloloa kepada pemilik tempat tersebut sebagai suatu syarat peminjaman yang wajib dilakukan sebelum agenda persiapan acara yang lain. Masyarakat adat di Maluku Utara meyakini bahwa segala sesuatu yang diawali dengan Siloloa mempermudah proses selanjutnya terkait pemberian izin serta menunjang keberlangsungan dan kelancaran acara tersebut. Para masyarakat meyakini jika kita tidak melakukan Siloloa maka beberapa hal buruk dapat terjadi dan menghambat pelaksanaan acara di tempat tersebut.

Salah satu contohnya adalah kisah nyata yang dialami oleh penulis ketika sedang menggelar acara perkemahan di pantai Sulamadaha. Pada saat itu, kami langsung memulai acara perkemahan tanpa diawali proses Siloloa sebelum masuk ke tempat perkemahan yaitu Pantai Sulamadaha. Alhasil, beberapa diantara teman kami mengalami kerasukan pada saat acara perkemahan berlangsung dan acara tersebut terpaksa dihentikan sementara. Setelah dilakukan evaluasi salah seorang penduduk yang kemudian diketahui sebagai penjaga pantai tersebut mendatangi serta memberitahu kepada kami bahwa kita tidak melakukan Siloloa pada saat awal masuk ke wilayah / area pantai dimana acara perkemahan berlangsung. Penjaga pantai tersebut menjelaskan bawah pantai ini memiliki pemiliknya tersendiri, dan dirinya hanya diamanatkan untuk menjaga secara fisik dan bukan pemilik yang sebenarnya. Menurut penjaga pantai tersebut pantai Sulamadaha memiliki beberapa pantangan, akan tetapi jika kita melakukan Siloloa dalam mengawali segala aktivitas di pantai tersebut maka bisa dipastikan terhindar dari bahaya yang diterima. Selanjutnya beberapa teman kami yang mengalami kerasukan tersebut diobati oleh si penjaga pantai dan sembuh dari kerasukan.

Proses Siloloa sebagai bentuk permohonan izin yang dilakukan di Maluku Utara adalah sebuah proses penting yang harus dilalui. Hal ini dikarenakan bahwa setiap tempat yang ada di Maluku Utara, baik itu gedung, pesisir pantai, lapangan, hutan, serta apa saja yang berada di atas tanah diyakini memiliki Tuannya masing- masing. Dan ketika kita ingin menggunakan atau beraktivitas di area / wilayah tersebut sebagai orang baru, maka kita wajib melakukan Siloloa.

Tradisi lisan merupakan tuturan yang diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat, seperti lisan, dongeng, rapalan, pantun, cerita rakyat, atau ekspresi lisan lainnya. Tradisi lisan merupakan suara bagi mereka yang tidak mengenal tulisan. Sebelum manusia mengenal tulisan, tradisi lisan menjadi sumber-sumber pengetahuan di masa lalu. Konteks keberadaan tradisi lisan di Maluku Utara masih tetap mempertahankan jati dirinya, walaupun dari satu masa ke masa berikutnya terjadi proses akulturasi dan enkulturasi.
Tradisi lisan sangatlah melekat pada tiap – tiap daerah di Nusantara secara turun – temurun hingga saat ini. Pada adat Jawa dikenal dengan istilah Kulonuwun dan Nuwun Sewu sebagai suatu adab ketika kita mengunjungi suatu tempat, dimana Kulonuwun diucapkan sebagai salam pembuka saat hendak bertamu di rumah seseorang sedangkan Nuwun Sewu diucapkan sebagai permohonan ijin jika mau lewat , melintas atau mengambil sesuatu didepan orang yang kita hormati atau belum kenal. Pada suku Bugis dikenal dengan “Tabe” yang berarti permisi dan melambangkan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga dengan gerak membungkuk ketika berjalan melewati tempat atau orang yang baru kita datangi. Tradisi lisan tersebut dikenal dengan Istilah “Siloloa” di wilayah Maluku Utara.
Siloloa merupakan salah satu tradisi lisan yang masih bertahan hingga saat ini di wilayah Maluku Utara. Siloloa merupakan salam perkenalan yang dilakukan melalui Siloloa pada upacara-upacara tertentu dapat pula berfungsi sebagai prakata (salam perkenalan, mohon maaf atas kekurangan dalam pelayanan, dalam penyelenggaraan dst). Oleh sebab itu, Siloloa pada dasarnya dapat dimaknai sebagai salam perkenalan atau salam pembuka dalam suatu acara adat maupun ritual tertentu. Sedangkan pada situasi tertentu Siloloa memiliki peran penting hingga di tingkat proses negosiasi maupun rekonsiliasi baik antar sesama manusia maupun non manusia yang diyakini oleh masyarakat Maluku Utara.
Tradisi Siloloa Dalam Upacara Pernikahan
Tradisi Siloloa yang digunakan pada acara pernikahan biasanya dilakukan sebelum masuk pintu rumah calon pengantin wanita, Siloloa ini diucapkan oleh seorang petugas dari iring-iringan calon pengantin pria. Isi Siloloa biasanya “salam perkenalan” penanda wakil orang tua calon pengantin pria. Selanjutnya calon pengantin wanita pun membalasnya dengan Siloloa balas salam. Dalam tradisi suku di Tidore yang dibuka dengan Siloloa ini kemudian akan dilanjutkan dengan ritual selanjutnya para proses pernikahan di Tidore seperti Joko Kaha hingga Ijab Qabul.
Tradisi Siloloa Sebagai Perlindungan Diri
Pada situasi lain, Siloloa memiliki kekuatan penting yang berhubungan dengan perlindungan diri seseorang. Siloloa yang berarti permisi dapat menjadi komunikasi antara manusia dengan makhluk yang bukan manusia (roh para nenek moyang). Praktik Siloloa seharusnya dilakukan ketika berjalan melalui tempat yang angker atau memiliki nilai magis, dengan cara tertentu. Salah satu contohnya saat sedang berkendara kita dapat melakukan Siloloa dengan membunyikan klakson atau mengedipkan lampu kendaraan ketika memasuki area atau tempat yang baru dilalui di wilayah Maluku Utara. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, dengan mempraktikkan Siloloa melalui cara sederhana tersebut maka para penghuni di sekitar tempat yang kita lewati tersebut merasa terhormat dengan kedatangan kita, serta akan membukakan jalan sehingga kita dapat terhindar dari bahaya selama melakukan perjalanan.
Siloloa Sebagai Syarat Permohonan Izin.
Dalam praktik budaya lisan pada masyarakat Maluku Utara Siloloa sangat berkaitan erat dengan sebuah permohonan izin untuk menyelenggarakan suatu acara pada tempat – tempat tertentu. Dalam adat di Negeri Moloku Kie Raha, jika kita ingin melangsungkan sebuah acara pada suatu tempat maka kita wajib melakukan Siloloa kepada pemilik tempat tersebut sebagai suatu syarat peminjaman yang wajib dilakukan sebelum agenda persiapan acara yang lain. Masyarakat adat di Maluku Utara meyakini bahwa segala sesuatu yang diawali dengan Siloloa mempermudah proses selanjutnya terkait pemberian izin serta menunjang keberlangsungan dan kelancaran acara tersebut. Para masyarakat meyakini jika kita tidak melakukan Siloloa maka beberapa hal buruk dapat terjadi dan menghambat pelaksanaan acara di tempat tersebut.
Salah satu contohnya adalah kisah nyata yang dialami oleh penulis ketika sedang menggelar acara perkemahan di pantai Sulamadaha. Pada saat itu, kami langsung memulai acara perkemahan tanpa diawali proses Siloloa sebelum masuk ke tempat perkemahan yaitu Pantai Sulamadaha. Alhasil, beberapa diantara teman kami mengalami kerasukan pada saat acara perkemahan berlangsung dan acara tersebut terpaksa dihentikan sementara. Setelah dilakukan evaluasi salah seorang penduduk yang kemudian diketahui sebagai penjaga pantai tersebut mendatangi serta memberitahu kepada kami bahwa kita tidak melakukan Siloloa pada saat awal masuk ke wilayah / area pantai dimana acara perkemahan berlangsung. Penjaga pantai tersebut menjelaskan bawah pantai ini memiliki pemiliknya tersendiri, dan dirinya hanya diamanatkan untuk menjaga secara fisik dan bukan pemilik yang sebenarnya. Menurut penjaga pantai tersebut pantai Sulamadaha memiliki beberapa pantangan, akan tetapi jika kita melakukan Siloloa dalam mengawali segala aktivitas di pantai tersebut maka bisa dipastikan terhindar dari bahaya yang diterima. Selanjutnya beberapa teman kami yang mengalami kerasukan tersebut diobati oleh si penjaga pantai dan sembuh dari kerasukan.
Proses Siloloa sebagai bentuk permohonan izin yang dilakukan di Maluku Utara adalah sebuah proses penting yang harus dilalui. Hal ini dikarenakan bahwa setiap tempat yang ada di Maluku Utara, baik itu gedung, pesisir pantai, lapangan, hutan, serta apa saja yang berada di atas tanah diyakini memiliki Tuannya masing- masing. Dan ketika kita ingin menggunakan atau beraktivitas di area / wilayah tersebut sebagai orang baru, maka kita wajib melakukan Siloloa.

Respon (20)

  1. Ping-balik: https://stealthex.io
  2. Ping-balik: Dan Helmer
  3. Greetings I am so grateful I found your blog page, I really found you by mistake, while I was looking on Askjeeve for something else, Anyways I am here now and would just like to say thank you for a remarkable post and a all round exciting blog (I also love the theme/design), I don’t have time to read through it all at the minute but I have bookmarked it and also included your RSS feeds, so when I have time I will be back to read a lot more, Please do keep up the fantastic job.

  4. For the reason that the admin of this site is working, no uncertainty very quickly it will be renowned, due to its quality contents.

  5. First of all I would like to say fantastic blog!

    I had a quick question that I’d like to ask if you
    don’t mind. I was interested to know how you center yourself
    and clear your head prior to writing. I’ve had a tough time clearing my
    mind in getting my ideas out there. I truly do
    enjoy writing however it just seems like the first 10 to 15 minutes tend to be wasted simply just trying to
    figure out how to begin. Any recommendations
    or tips? Many thanks!

  6. Thank you for your whole work on this blog. My mother really likes getting into research and it is easy to see why. We notice all regarding the lively way you make practical suggestions via this web site and improve contribution from visitors on that matter so our own child is undoubtedly learning a whole lot. Have fun with the rest of the new year. You are always carrying out a wonderful job.

Komentar ditutup.