Setor Miliaran ke AGK, Budi Liem dan Hijrah Tangani Proyek Lanjutan di Pemprov

Komisi III DPRD Malut saat meninjau pekerjaan lanjutan jalan ruas Payahe-Dehepodo beberapa waktu lalu

PENAMALUT.COM, TERNATE – Direktur Utama PT. Intim Kara Budi Lim dan Direktur Utama PT. Hijrah Nusatama Hadiruddin Haji Saleh kembali menangani proyek lanjutan di Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Kedua kontraktor kelas kakap ini beberapa kali diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas perkara suap yang menyeret mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK). Tidak hanya diperiksa penyidik, keduanya juga dihadirkan dalam sidang oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.

Keduanya diketahui memberikan uang miliaran ke AGK untuk proyek pekerjaan di Pemprov. Hadiruddin selaku Direktur PT. Hijrah Nusatama telah menyetor uang ke AGK senilai Rp 6 miliar. Uang itu diserahkan secara bertahap melalui mantan Kepala Dinas PUPR Saifuddin Juba dan mantan Kepala Bidang Bina Marga Daud Ismail yang saat ini sudah menjadi terpidana.

Sementara Budi Liem yang menangani sejumlah proyek infrastruktur di Pemprov Malut juga diketahui dua kali memberikan uang kepada AGK. Namun untuk total jumlah uang yang diserahkan Budi Liem ini masih didalami KPK.

Informasi yang diterima Nuansa Media Grup (NMG), Pemprov Malut kembali menganggarkan pekerjaan tersebut melalui dana alokasi khusus (DAK) untuk pekerjaan lanjutan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dahepodo dan Payahe-Dahepodo. Kedua ruas tersebut masing-masing ditangani Budi Liem dan Hadiruddin.

Untuk ruas Payahe-Dahepodo dikerjakan anak perusahan PT. Intimkara, yakni CV. Pilar Nusantara Prima dengan pagu Rp 6,3 miliar. Sementara untuk ruas Saketa-Dahepodo juga ditangani anak perusahaan PT. Hijrah Nusatama, yakni CV. Ainun dengan total pagu Rp 9,6 miliar.

Plt Kepala Dinas PUPR Malut, Sofyan Kamarullah, ketika dikonfimasi mengatakan sebelumnya kedua ruas tersebut dikerjakan melalui pendanaan Sarana Multi Infastruktrur (SMI) tahun 2020-2021, dan kemudian dilanjutkan menggunakan multiyears tahun 2022 2023.

Meski gelontoran anggranya begitu besar, tapi sayangnya kedua ruas ini tak kunjung dituntaskan. Bahkan menjadi temuan BPK.

Sofyan mengklaim, salah satu faktor belum selesai dibangun kedua ruas itu karena terlalu panjang ruasnya. Di samping itu, tidak didukung dengan pendanaan yang begitu memadai.

“Tahun ini dua ruas itu masuk DAK 2024. Untuk Payahe-Dahepodo Rp 6 miliar sekian, perkerjaan hotmix sepanjang 2 kilometer. Sementara Saketa-Dahepodo senilai Rp 10 miliar sekian, hotmix 4 kilometer. Tahun kemarin multiyears masuk, tapi karena ruasnya terlalu panjang, sementara dananya kecil. Jadi tidak terlalu nampak progresnya,” tuturnya, Seni. (8/8).

Menurutnya, alasan kenapa kedua kontraktor kembali mengerjakan ruas jalan yang saat ini jadi atensi menjadi KPK itu lantaran perlengkapan alat perusahan dianggap lengkap. Seperti didukung dengan adanya Asphalt Mixing Plant (AMP).

“Dorang (mereka) punya AMP semua di situ. Untuk layak atau tidak itu ranahnya Pokja. Mereka sudah berkontrak satu minggu lalu, dan ini masuk dalam pengawasan KPK. Kurang lebih di PUPR terdapat 7 item masuk MCP KPK, jadi semua progres pekerjaan tetap dilaporkan,” pungkasnya. (gon/ask)