Media Massa Berperan Mendorong Kesetaraan Gender

PENAMALUT.COM, TERNATE – Media massa sangat berperan untuk mensosialisasikan terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Berangkat dari hal itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku Utara (Malut) kemudian menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk “Peran Media Massa Dalam Pemberitaan Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Maluku Utara”

Kegiatan tersebut bertempat di Hotel Safirna, Kelurahan Stadion, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Rabu (30/3).

Kepala dinas P3A Malut, Musyrifah Alhadar di sela-sela kegiatan menyampaikan, di era digitalisasi sekarang ini media massa sangat berkontribusi besar untuk mendorong pesan kesetaraan gender, terutama kesetaraan perempuan dan laki-laki.

Selain daripada itu, peran media juga sangat penting untuk meningkatkan kesadaran melawan misinformasi, mendorong publik terutama para pembuat kebijakan, influencer dan penyedia layanan, sehingga dapat bergotong royong, berjuang bersama serta berkomitmen secara konsisten untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Ini tentunya pedoman pemberitaan ramah anak dinilai mampu mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif, berempati, dan bertujuan melindungi anak, termasuk perempuan,” ucapnya.

Ia mengungkapkan bahwa, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia kini kian marak dan bahkan mencemaskan. Padahal seluruh komponen pemerintah dan masyarakat sipil telah berjuang keras mengatasinya.

Tingginya angka kekerasan yang terjadi di Indonesia, kata dia, mencerminkan tingginya aksi kekerasan di setiap daerah. Jika dilihat dari Data Sistem Informasi Online (SIMFONI-PPA), di Maluku Utara tahun 2021 tercatat 292 kasus kekerasan.

“Angka kekerasan paling terbanyak terdapat pada kekerasan seksual, dan ini terjadi di Kota Ternate,” ungkapnya.

Musyrifah menyarankan kepada perusahaan media agar lebih mengedepankan narasi yang ramah terhadap korban maupun terduga pelaku seksual. Dalam memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, media harusnya lebih peka pada dampak negatif bagi publik dan korban.

“Pemberitaan kekerasan seksual di beberapa media belum sepenuhnya mangacu pada pedoman etika peliputan berita yang dibuat Dewan Pers dan belum sesuai dengan kaidah Kode Etik Jurnalistik. Produk jurnalistik yang ramah anak dan daya partisipasi media dalam pemberitaan isu anak yang lebih baik merupakan langkah preventif pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Maluku Utara,” ujarnya

Sementara Ketua Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Jamalul Insan menyebutkan, dalam peliputan kekerasan seksual ada anak, tentu ada hak korban maupun pelaku yang wajib dilindungi. Ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Penyebutan identitas korban yang mudah dilacak itu tidak boleh. Ruang redaksi atau news room harus ramah anak dalam pemberitaan. Dewan Pers bakal menyurat agar dilakukan pencabutan berita jika berita dari media yang bersangkutan dinilai mengeksploitasi secara berlebihan,” katanya saat memaparkan materi.

Sekadar diketahui, kegiatan yang melibatkan para wartawan ini, ada berbagai macam materi yang disajikan, diantaranya Perwakilan dari Polda Malut, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Malut, Akademisi serta perwakilan dari Dewan Pers. (ano)