Dua Megaproyek di Maluku Utara Dilanjutkan, Termasuk Bandara Loleo

Sarmin S Adam.

PENAMALUT.COM, SOFIFI – Pemerintah Provinsi Maluku Utara kembali melanjutkan dua proyek pembangunan infrastruktur bandara Loleo di Tidore Kepulauan dan pelabuhan peti kemas di Halmahera Barat. Dua megaproyek ini merupakan warisan masa pemerintahan mantan gubernur Abdul Gani Kasuba dan wakil gubernur M Al Yasin Ali.

Sebagaimana diketahui, saat ini pelabuhan peti kemas masih dalam tahap perencanaan. Sedangkan bandara Loleo, pembangunannya sudah mulai berjalan dengan tahapan pembebasan lahan dan land clearing.

Untuk anggaran pembangunan bandara Loleo, Pemprov mengalokasikan Rp7,6 triliun. Dan lahan yang dibutuhkan seluas 400 hektare. Saat ini, lahan yang sudah dibebaskan yaitu seluas 200 hektare.

Kepala Bappeda Malut, Sarmin S Adam, berharap pembangunan infrastruktur bandar udara Loleo harus dilanjutkan, karena fondasi awal sudah dibangun oleh mantan gubernur sebelumnya. Namun dari sisi dokumen, pihaknya hanya ingin memastikan ada keterkaitan dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sehingga itu menjadi pentolan.

“Hanya saja, sampai saat ini penyempurnaan RPJMN masih sedang berlangsung, dan bandara Loleo belum disebut tegas dalam RPJMN, hal itu juga dikonfirmasi oleh Bappeda di Renja Kementerian Perhubungan juga belum menyebutkan secara tegas soal bandara Loleo,” ujar Sarmin, Rabu (22/1).

Menurutnya, tiga hari yang lalu ada rapat bersama melalui zoom meeting antara Bappeda provinsi dan Pemkab Halmahera Tengah. Rapat ini untuk memastikan ada tiga bandara udara baru di Maluku Utara, yaitu bandara Loleo, bandara Weda, dan bandara Taliabu.

“Dalam rencana besar untuk kita membuka konektivitas terutama bandara Taliabu, untuk menjawab permasalahan agar Taliabu keluar dari zona daerah tertinggal, itu yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan rapat teknis,” jelasnya.

Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur peti kemas yang direncanakan dibangun di Desa Matui, Kecamatan Jailolo Selatan, rencananya nanti direvisi kembali oleh pemerintahan gubernur yang baru. Nanti dilihat kembali apa urgensinya kebutuhan daerah terkait sarana dan prasarana.

“Kalau bicara berkelanjutan prinsipnya fondasi awal sudah ada, kita berharap bisa dilanjutkan, hanya saja butuh keterkaitan antara dokumen-dokumen sebelumnya. Karena percuma kita bunyikan di dokumen RPJMD, tapi dokumen di atasnya RPJM dan RPJPN tidak ada report-nya di situ, sementara sinergitas dokumen itu sangat diperlukan,” ucap Sarmin.

Lanjut Sarmin, apalagi penentuan lokasi juga belum ada. Jika dihitung-hitung, Pemprov juga membutuhkan lahan seluas 385 hektare untuk dibebaskan, sedangkan lahan yang tersedia baru sekitar 10 sampai 15 hektare.

“Jadi minimal 200 hektare lahan dibebaskan baru diserahkan atau dihibahkan ke Kemenhub, skema selanjutnya baru dibicarakan apakah melalui KPBU atau Blendet Faines CSR dilibatkan. Karena yang jelas, APBD tidak mampu membiayai bandara Loleo dari A sampai Z, sehingga perlu ada alternatif pembiayaan,” terangnya.

Sementara itu, Pj Sekda Malut, Abubakar Abdullah, mengatakan di periode itu analisisnya kebutuhan terkait dua proyek besar ini sudah dilakukan dan memang ada pekerjaan awal.

“Jadi kalau sudah dimulai, ya sudah tentu harus dilanjutkan, bagaimana kelanjutannya dijelaskan oleh Bappeda dan gubernur yang baru, prinsipnya karena sudah mulai jadi harus dilanjutkan,” ujar Abubakar. (ano/tan)